Startup Comedy
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Ini bukan salah ketik, yang biasa Anda tonton di televisi adalah Stand-up Comedy – sedangkan yang ini memang kami maksudkan sebagai Startup Comedy. Dunia startup itu lebih banyak kegagalannya daripada keberhasilannya, maka kami harus pandai-pandai mentertawakan kegagalan itu supaya ada cukup kesabaran dalam membangun keberhasilan. Comedy juga bisa menjadi cara yang efektif untuk mensikapi problema masyarakat yang besar, dengan menyederhanakan masalah dalam bentuk kearifan masyarakat yang lucu-lucu.
Di Turki negara besar yang pernah beabad-abad memimpin kekhalifahan umat, yang belum lama ini membuktikan sekali lagi kepemimpinannya yang luar biasa – sehingga rakyat-pun bisa melawan upaya kudeta militer – mereka juga punya kearifan yang lucu-lucu yang dituturkan berabad-abad melalui kisah-kisahNasrettin Hoca.
Maka bisa jadi banyak masalah besar kita yang berpeluang diatasi atau disikapi secara menyenangkan agar kita tidak bertambah stress. Kemacetan Jakarta yang sekarang semakin menjadi-jadi misalnya, sungguh telah merampas productivity kita secara luar biasa.
Pekan lalu saya mendarat di Sukarno Hatta jam 4 sore, jam 8 malam baru sampai Gatot Subroto. Semalam mendarat di Sukarno Hatta jam 8 malam, sampai Depok nyaris jam 12 – rupanya perjalanan 4 jam itu menjadi common sekarang bagi masyarakat Jakarta. Berapa banyak bahan bakar terbuang, waktu dan juga pemikiran.
Saya membayangkan kalau saja ada yang punya ide cerdas, bagaimana bisa memberdayakan idle resources – while people on the street – akan bisa luar biasa dampaknya. Karena yang sedang di jalan di samping mobil Anda bisa saja professional yang ilmunya sedang Anda butuhkan, satu dua quote dari dia bisa menyelesaikan masalah Anda.
Demikian pula sebaliknya, Ilmu dan pemikiran Anda mungkin sedang dibutuhkan orang – tinggal declare saja I’m on the street, I’m ready to help – maka wow betapa banyak amal bisa Anda lakukan yang otherwise waktu Anda sia-sia menyalahkan kemacetan yang tidak kunjung teratasi.
Solusi ini tidak harus yang serius-serius, Anda sedang di jalan bisa jadi tidak mood untuk mikir yang serius – tetapi se-tidak serious-nya professional seperti Anda , bisa jadi sudah menjadi inspirasi yang luar biasa bagi orang lain.
Bahkan productivity on the street ini juga bisa dimulai dari yang lucu-lucu a la Nasrettin Hoca tersebut di atas. Yang sempat terpikirkan oleh saya di tengah kemacetan tadi malam adalah petunjuk jalan melalui Waze atau Google Map yang berbahasa Inggris, mana ngerti driver saya kalau petunjuknya bahasa Inggris. Bagaimana kalau dibuat bahasa Jawa saja ? pasti mudah dimengerti dan lucu.
Lha wong orang Jawa itu jumlahnya kurang lebih sama dengan penduduk Jepang dan kurang lebih satu setengah kali penduduk Jerman, jadi layak untuk mendapatkan petunjuk jalan dengan bahasa dan logat Jawa yang asli. Yang mau mengerjakannya punya potensi pasar pengguna sekitar 120 juta orang !, katakanlah yang punya mobil hanya 10 %-nya-pun sudah 12 juta – sudah dua kali penduduk Singapore ! Bila 10 % saja download aplikasi Anda, 1.2 juta Apps Anda akan terdownload !
Lalu saya bayangkan kalau petunjuk Waze tersebut diubah menjadi bahasa Jawa – ketika menjadi bahasa Jawa namanya tidak lagi Wase, namanya menjadi Benwae – yang dalam bahasa jawa artinya biarkan saja !, begitu saya buka map-nya tadi malam dan dia mulai bekerja, pertama yang muncul adalah kata-kata dalam bahasa Jawa :
“Dalane muacet kabeh, wis untung kowe nek tekan omah jam rolas ! - jalan macet padat semua, paling cepat Anda sampai rumah jam 12”.
Terus saya meng-eksplore jalan alternative, dia bilang “Kuwe lho ning arepme ono dalan cuilik, mbok menowo terusanne dalan gede – itu di depan ada jalan kecil, siapa tahu terusannya jalan besar.”
Begitu mendekati jalan kecil tersebut, si Benwae teriak “ wis to ndang menggoko ngiwo saiki…, sudah sekarang waktunya belok kiri”. Karena jalannya kecil sekali, saya tidak gubris sarannya si Benwae – saya jalan terus. Maka dia teriak “Iki piye to, dikuandani kok ora manut – bagaimana ini, diberitahu kok tidak diikuti !”
Saya jalan terus dan tambah macet, si Benwae komentar : “Lha tenan to, tambah macet ! wis sak iki muter meneh – ning arep enek bunderan, mutero wae ! Nah betul, tambah macet – sekarang ada di depan bundaran, muter balik saja kamu !”.
Kali ini saya ikuti sarannya si Benwae, tetapi karena pengguna Benwae sangat banyak – sebanyak orang Jawa yang punya mobil dan download apps – maka terjadi tragedy of the common, musibah yang terjadi ketika sejumlah besar orang melakukan hal yang sama.
Begitu belok mutar balik – tiba-tiba sejumlah besar pengemudi lain melakukan hal yang sama, jalan tambah macet. Apa komentar si Benwae “We lha dallah, kok tambah muacet – mumet aku – We lha dallah (tidak bisa diterjemahkan !), kok tambah macet – pusing saya !”.
Namun si Benwae yang dibekali otak buatan yang cukup encer – yang dikenal sebagai artificial intelligent – dia tidak kekurangan akal. Dia bisa mengkonversi masalah menjadi peluang, dia mengubah kemacetan menjadi media iklan. Apa yang dia sarankan kemudian ?
“Wis- wis, ben ora tambah puyeng – lereno disik wae. Mengko yen wis rodo sepi mlakuo meneh. Kuwi lho ning arep enek sotone Mbok Kromo – jarene wong-wong uenak tenan – Sudah sekarang istirahat saja dahulu biar tidak tambah pusing. Nanti kalau sudah agak sepi jalan lagi. Itu di depan ada soto Mbok Kromo, kata orang-orang sangat enak !”
Dan itulah model bisnisnya si Benwae, dia mendapatkan revenue dari Mbok Kromo dll, yang memasang iklan dengan memanfaatkan kemacetan yang menjadi-jadi – si Benwae adalah seperti tukang asongan yang berbasis aplikasi ! hanya dia jualannya secara elegan, dengan memberi manfaat dahulu – yaitu petunjuk jalan dan analisa kemacetan yang objective dan cerdas – dan hanya di sela-selanya saja dia jualan – sehingga orang tidak terganggu dengan iklannya.
Tentu kalau menggarap orang Jawa saja pasarnya ‘hanya’ 120 juta orang tadi, kalau pingin besar lagi garap orang Indonesia pasarnya 260 juta orang. Aplikasinya tinggal diubah dengan nama dan bahasa yang otomatis berubah – yang bisa di set sesuai penggunanya. Orang Batak menggunakan Bahasa Batak, orang Minang menggunakan bahasa Minang dst.
Dengan aplikasi ini maka bahasa daerah juga ikut terlestarikan bersamaan dengan kemajuan teknologi. Hayo siapa yang mau develop apps-nya ? Startup Center Indonesia yang berlokasi di Depok – yang Alhamdulillah pada usianya yang ke 3 telah menempatkan salah satu startupnya menjadi global company, dan dalam proses menyiapkan sejumlah startup lainnya – insyaAllah siap mendampingi dan mementori Anda bila ingin mengeksplorasi peluang-peluang kreatif seperti ini. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar