Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO

Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO


Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, informasi pengguna m-dinar. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.

TIPS Menyimpan Emas & Perak

TIPS !!!
1. Simpan di tempat aman semisal brankas, box emas atau kaleng anti karat.
2. Hindari dari Api dan Air serta tempat yang kelembabannya tinggi.
3. Hindari perawatan berlebih seperti mencuci dengan memberi hansanitiser, cukup dengan menggunakan tisu dengan lembut.
4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
5. Jaga Sertifikat pada Dinar dan Dirham, jangan sampai rusak letakkan pada tempat penyimpanan yang rapi

Pencarian

Kamis, 31 Desember 2015

Food Security Untuk Kita-Kita

Food Security Untuk Kita-Kita

Bila kelaparan itu terjadi di negeri-negeri sub Sahara, maka itu mudah dipahami. Di negeri dengan curah hujan yang hanya double digit – tanaman memang tidak mudah tumbuh. Sebaliknya bila kelaparan terjadi di negeri seperti kita, dimana curah hujan terendahnya masih empat digit – maka besar kemungkinannya ada yang salah dalam pencarian sumber-sumber pangan kita. Di tulisan sebelumnya sudah saya bahas alternatif pengelolaan sumber daya untuk pangan ini, kini saya lengkapi dengan pilihan usia panen yang bisa merevolusi pemenuhan kebutuhan pangan kita.

Setelah salah memilih fokus sumber pangan lebih pada biji-bijian dan sedikit daging – yang saya ulas di tulisan saya sebelumnya tersebut, kita juga terlalu fokus pada tanaman dewasa untuk dipanen daun dan bijinya. Padahal tanaman-tanaman itu juga ada yang bisa dipanen di usianya yang sangat dini sepekan atau kurang yaitu pada kecambah – yang sudah dikenal sejak nenek moyang kita dahulu.

Rabu, 30 Desember 2015

Cracking The Code – Food Security

Cracking The Code – Food Security

Ketahanan pangan itu seperti sebuah puzzle besar yang pieces-nya dijamin tersedia di sekitar kita secara cukup, namun kita musti bisa menaruh setiap piece yang ada di tempat yang seharusnya. Bila kita bisa melakukannya, maka gambar besar yang indah akan tercipta – dalam bentuk semua orang bisa makan. Sebaliknya bila kita tidak bisa melakukannya, maka yang terjadi seperti dunia sat ini. Sekitar 800 juta orang masih lapar di dunia dan sekitar 20 juta diantaranya di negeri ini. Lantas apa yang menjadi kunci dari ketahanan pangan ini ?

Bagaimana kita bisa menyusun piece by piece secara benar dari begitu banyak pieces yang berserekan di sekitar kita ? itulah gunanya petunjuk. Maka hanya dengan mengikuti petunjukNya-lah kita bisa mengelola masalah yang kompleks seperti ketahanan pangan ini, karena ilmu manusia tidak akan pernah cukup untuk melakukannya – bila tidak disertai petunjukNya.

Selasa, 29 Desember 2015

Innovative Disruption Untuk Kecukupan Pangan : 101 Salads Challenge

Innovative Disruption Untuk Kecukupan Pangan : 101 Salads Challenge

Setelah 70 tahun merdeka masih ada sekitar 20 juta rakyat negeri ini yang lapar, apa kira-kira penyebabnya ? Salah satunya adalah sangat bisa jadi kita terlalu fokus pada salah satu makanan pokok kita yaitu beras – utamanya sumber karbohidrat. Sumber protein-pun kita terlalu fokus ke daging dan kedelai – yang keduanya juga masih harus diimpor. Padahal ada sekian banyak sumber-sumber pangan lain yang lengkap meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral – yang justru luput dari fokus pangan kita.

Bila biji-bijian termasuk beras hanya disebut sekali di enam rangkaian ayat makanan yang kita disuruh memperhatikan di Al-qur’an (QS 80: 27-32), daging juga diisyaratkan sekali, empat dari enam ayat  atau 2/3 dari sumber makanan tersebut ada di kelompok buah-buahan dan sayuran.

Kamis, 17 Desember 2015

Daya Beli Emas Untuk Komoditi Riil

Daya Beli Emas Untuk Komoditi Riil

Banyak cara untuk melihat daya beli emas atau Dinar, dan statistik untuk ini tersedia luas yang disediakan oleh lembaga-lembaga dunia seperti datanya World Bank. Dari data tiga puluh tahun terakhir yang dikumpulkan mereka ini, kita bisa melihat ternyata meskipun harga emas atau Dinar lagi rendah-rendahnya kini - tetap memiliki daya beli yang kuat terhadap benda riil kebutuhan manusia. Daya beli emas tetap kuat untuk komoditi yang renewable maupun non-renewable. 

Rabu, 16 Desember 2015

Startup Bernama Kuttab

Startup Bernama Kuttab

Istilah startup menjadi trend dunia usaha dalam tiga dasawarsa terakhir, yang kemudian melahirkan perusahaan-perusahaan raksasa dunia yang kita kenal sekarang seperti Google, Facebook, Twitter dlsb. Semua memiliki karakter yang sama yaitu tumbuh dengan sangat cepat merespon kebutuhan jamannya. Tetapi startup tidak harus berupa usaha komersial, kegiatan sosial seperti pendidikan-pun bisa di startup-kan. Bila dilihat dari sisi pertumbuhannya yang sangat cepat, Kuttab Al-Fatih yang kami luncurkan tiga tahun lalu bisa menjadi model untuk startup yang tidak berorientasi komersial.

Untuk tahun ajaran 2016/2017 atau tahun ajaran keempat, InsyaAllah Kuttab Al-Fatih sudah akan melayani di 17 kota atau lokasi. Tidak banyak sekolah atau lembaga sosial yang masih begitu belia, namun langsung begitu besar meraih kepercayaan umat untuk mendidik putra-putrinya. 

Selasa, 15 Desember 2015

Dari Biji ke Kecambah

Dari Biji Ke Kecambah

Bila produksi bahan pokok pangan kita – padi - selama ini selalu pas-pasan, kadang cukup dan kadang harus impor, begitu pula produksi daging yang malah selalu kekurangan dan harus selalu impor – bisa jadi kita salah dalam mengelola kebutuhan pangan kita selama ini. Biji-bijian dan daging hanya disebut dan diisyaratkan di dua ayat dari enam ayat rangkaian pangan kita (QS 80 :27-32), maka inilah waktunya untuk mengeksplorasi empat ayat lainnya dari ayat-ayat sumber makanan kita. 

Empat ayat yang belum mendapatkan perhatian yang cukup dalam membangun ketahanan pangan kita tersebut adalah tentang buah dan sayur. Buah-buahan ada yang disebut secara spesifik  yaitu anggur (QS 80:28), zaitun dan kurma (QS 80:29) dan ada yang disebut secara umum – buah-buahan (QS 80:31).

Untuk sayuran atau tanaman bernutrisi tinggi  disebut secara umum di surat yang sama ayat 28, dan ada yang lebih luas lagi pengertiannya – yaitu sekumpulan tananaman yang tumbuh lebat sehingga daunnya seperti menganyam satu sama lain ( tumpang tindih) – yang secara umum disebut kebun-kebun yang rindang ( QS 80:30). 

Senin, 14 Desember 2015

Sumber Rezeki Berlapis-Lapis

Sumber Rezeki Berlapis-Lapis

Pernah ada pertanyaan yang aneh disampaikan ke saya oleh salah seorang calon orang tua santri  yang hendak memasukkan anaknya ke Kuttab Al-Fatih. Pertanyaan itu adalah, “…apakah Kuttab menganjurkan orang tua santri meninggalkan pekerjaannya…?”.  Tentu saja jawaban saya adalah tidak ada anjuran yang seperti itu, namun bahwasanya ada sejumlah orang tua santri yang kemudian meninggalkan pekerjaan lamanya – itu betul. Dan itu pertanda baik, karena pendidikan keimanan yang kami berikan kepada putra-putri mereka – berimbas pada kehati-hatian orang tuanya dalam mencari rezeki.

Saya jadi ingat perdebatan batin saya ketika membaca fatwa MUI no 1 tahun 2004 tentang haramnya bunga bank, asuransi dan berbagai bunga atau sejenis bunga industri keuangan konvensional. Sebelum fatwa itu keluar, muslim yang bekerja di industri keuangan konvensional waktu itu masih bisa berkilah – bahwa haramnya bunga bank itu masih bisa diperdebatkan.

Tetapi sejak fatwa tersebut keluar, mestinya sudah tidak ada lagi perdebatan itu. Para ulama adalah para pewaris nabi, kalau fatwa mereka tidak kita percayai – lantas siapa yang kita ikuti di jaman ini ?

Selasa, 08 Desember 2015

Trilemma Beras dan Petani Cerdas

Trilemma Beras dan Petani Cerdas

Kalau (istri) Anda pergi ke pasar hari ini membeli beras medium, hampir dapat dipastikan harganya sudah di atas Rp 10,000/kg. Harga ini sesungguhnya lebih dari dua kali dari harga beras internasional saat ini, karena tiga eksporter beras terbesar dunia bersaing ketat dengan harga yang jauh lebih murah dari beras kita. Dua dari tiga besar eksporter beras tersebut anggota ASEAN, yaitu Thailand dan Vietnam – sedang yang lain adalah India. Lantas apakah kita impor saja beras kebutuhan kita tersebut agar rakyat dapat beras murah ? Tidak sesederhana ini jawabannya.

Rata-rata harga ekspor beras Thailand yang kurang lebih sama dengan beras medium kita tahun ini (sampai November 2015) menurut data FAO adalah US$ 326 /ton atau sekitar Rp 4,500/kg. Sedangkan  yang dari Vietnam harga rata-ratanya US$ 333 atau sekitar Rp 4,600/kg. Setelah ditambah biaya angkut, pajak dlsb. jatuhnya masih jauh lebih murah dari beras kita.

Di lain pihak, harga beras kita yang di atas Rp 10,000 tersebut juga sebenarnya tidak berlebihan  apabila dilihat struktur biaya produksinya. Harga gabah kering panen di tingkat petani  berada di kisaran Rp 4,500,- /kg harga gabah kering gilingnya di kisaran Rp 5,300,-/kg. Dari gabah ke beras rendemennya di kita rata-rata sekitar 63 % , jadi harga pokok beras belum termasuk biaya-biaya proses, tranportasi dlsb – sudah Rp 8,400,-. Maka sangat wajar bila beras medium sampai ke tangan konsumen sudah di atas Rp 10,000/kg.

Dari sinilah muncul apa yang saya sebut dengan trilemma beras, tiga pilihan pelik yang tidak mudah untuk memutuskannya.

Pertama bagi rakyat kebanyakan seperti kita-kita ini, beras yang kwalitasnya baik tetapi murah tentu yang kita cari. Bila hanya faktor harga ini yang menjadi penentu, maka impor beras dari Thailand atau Vietnam yang bersaing ketat tentu dapat menjadi pilihan.

Tetapi pilihan ini akan menjadi pukulan telak bagi para petani padi kita, karena harga produk mereka menjadi tidak bersaing. Dampaknya mereka akan enggan menanam padi, produksi beras nasional akan cenderung turun dan efek jangka panjangnya akan melemahkan ketahanan pangan kita secara keseluruhan.

Masalah lain adalah bila suatu saat supply dari negara-negara pengekspor tersebut karena satu dan lain hal terganggu, maka harga beras kita justru akan meningkat tidak terkendali – persis seperti di meksiko ketika terjadi huru hara tortilla.

Kedua, semata mengandalkan produksi beras secara tradisional seperti selama ini  – yang kita tahu ongkos produksinya sampai menjadi gabah kering giling saja sudah begitu tinggi, juga bukanlah sesuatu yang ideal. Ongkos dari kemahalan biaya produksi dibandingkan dengan negeri-negeri tetangga di ASEAN produsen beras tersebut – sebenarnya kembali menjadi beban rakyat Indonesia kebanyakan.

Biaya kemahalan tersebut ujungnya kan harus ada yang membayar, dan siapa yang membayar ? adalah para konsumen – yaitu rakyat Indonesia keseluruhan – yang juga tidak semuanya mampu. Di antara rakyat Indonesia ini ada sekitar 29 juta orang miskin, dan bahkan 20 juta diantaranya masih tidur malam dalam kondisi lapar. Kalau saja beras bisa ditekan harganya tinggal sekitar separuh – atau masih sedikit di atas harga beras ekspornya Thailand dan Vietnam, maka ini akan banyak sekali menolong rakyat yang masih miskin dan lapar tersebut.

Ketiga, Indonesia mungkin saja bisa produksi beras secara sangat efisien yang dilakukan dengan mekanisasi pertanian di tanah-tanah yang masih sangat luas seperti di Irian Jaya atau Kalimantan. Tetapi yang bisa melakukan ini tentu hanya para pemodal besar saja.

Apa buruknya kalau pemodal besar terjun ke bisnis yang semula ditangani rakyat petani kebanyakan ini ? dampak buruknya akan seperti warung-warung tradisional di sekitar kita yang tersapu habis oleh jaringan maret-maret yang menyerbu setiap jengkal jalan yang kita lalui.

Jalan di depan komplek perumahan saya panjangnya hanya sekitar 2 km, tetapi saat ini saja sudah ada enam maret-maret yang beroperasi dan yang ke 7 nampaknya juga sudah mendapatkan ijin. Seperti kapital besar yang menyapu habis bisnis retail tradisional inilah kira-kira nasib petani tradisional ketika para konglomerat ikut terjun di produksi bahan pokok pangan seperti beras tersebut.

Kita mengenal ungkapan dilemma, dimakan ibu mati – tidak dimakan bapak mati – lalu kita masih bisa berseloroh dijual saja – agar tidak ada yang mati. Trilemma lebih njlimet dari itu, dimakan ibu mati – tidak dimakan bapak mati – dijual anak yang mati.

Maka menyelesaikan trilemma juga menjadi sangat rumit karena semua pilihannya sulit. Sayapun tidak berpretensi bisa menyelesaikan masalah yang sulit ini, tetapi setidaknya berikut adalah  yang mungkin bisa ditempuh dengan efek samping yang minimal. Solusi ini melibatkan seluruh pihak yang terkait termasuk kita-kita.

Pertama dari sisi pemerintah, adalah tugas mereka untuk berlaku adil sehingga setiap permasalahan diselesaikan secara berkeadilan untuk kepentingan rakyat – bukan kepentingan golongan tertentu. Dalam tugas ini pula, pemerintah harus menahan selama mungkin untuk tidak mengimpor bahan pangan beras kecuali dalam kondisi memaksa – misalnya produksi dalam negeri bener-bener kurang.

Sementara itu para petani juga harus bener-bener disiapkan untuk menjadi para petani cerdas dan efisien, agar pada waktunya nanti – ketika pemerintah tidak lagi bisa menahan kebutuhan impor beras – para petani cerdas ini juga sudah siap dengan berbagai alternatifnya.

Bagaimana menjadikan para petani kita menjadi petani yang cerdas ? infografik dibawah adalah salah satu caranya. Intinya para petani diajari untuk bisa mengoptimalkan hasil pertanian mereka. Bahwa bertani bukan hanya beras, bahkan banyak produk pertanian – yang bernilai tinggi , yang akan mampu bersaing secara global.

Mereka para petani akan selalu dapat ditingkatkan pendapatan mereka bila dari waktu ke waktu bisa ditingkatkan penguasaan teknis produksinya, dan bersamaan dengan itu juga ditingkatkan penguasaan akses pasarnya.

Bagi kita rakyat kebanyakan, kita juga bisa terlibat dalam membantu negeri ini membangun ketahanan pangan dan pada saat bersamaan membantu kesejahteraan para petani – yaitu antara lain dengan cara men-diversifikasi pangan kita.

Kita punya sumber bahan pangan yang sangat banyak ragamnya di dalam negeri, jadi kita harus bisa merubah mindset kita. Tidak lagi pokoknya harus makan beras – meskipun harus diimpor. Kita ubah menjadi pokoknya harus makan  bahan pangan yang dihasilkan di negeri ini sendiri, meskipun itu bukan beras.

Makan beras terus menerus juga tidak selalu baik untuk kesehatan kita, maka bila diversifikasi pangan ini yang kita lakukan – kita bukan hanya menyehatkan ekonomi kita secara keseluruhan – tetapi juga menyehatkan badan-badan kita. InsyaAllah.
 

Senin, 07 Desember 2015

Dan Kemudian Ikan di Laut-pun Mati

Dan Kemudian Ikan Di Laut-pun Mati

Beberapa hari lalu warga Jakarta khususnya dikejutkan dengan matinya ikan-ikan di Teluk Jakarta yang tidak terhitung banyaknya. Para ahli-pun sibuk menganalisa apa yang menjadi penyebab matinya ikan-ikan tersebut. Sama dengan kebakaran hutan yang baru saja lewat, tidak ada yang berhak meng-klaim siapa yang berhasil memadamkannya – karena Allah jua yang akhirnya memadamkannya melalui hujan yang mulai turun. Kita gagal memadamkan api dan gagal pula menyelamatkan ikan, tetapi ada kegagalan yang lebih besar dari itu.

Yaitu kegagalan dalam memahami petunjuknya yang begitu jelas :

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS 30:41)

Bila kerusakan itu sifatnya gradual berupa pencemaran udara dan laut, bisa saja kita tidak melihatnya karena kita bukanlah para peneliti di bidang itu. Tetapi ketika petunjukNya tersebut dinampakkan dalam bentuk yang begitu nyata dan fenomenal, masak kita tidak melihatnya juga sih ?

Pernah kita mendengar pihak yang berkompeten di negeri ini mengajak rapat untuk membahas atau memahami ayat tersebut dalam menyikapi kebakaran hutan, matinya ikan di laut Jawa dlsb ?

Padahal kalau kita bisa memahami petunjuk yang begitu jelas tersebut, kita juga akan bisa melihat petunjukNya untuk kembali memperbaiki bumi ini dengan memakmurkannya.

Kita diberi resep bahkan untuk memakmurkan bumi yang semula mati, kemudian kita diberi contoh seperti apa nantinya kalau kita berhasil memakmurkan bumi itu – yaitu bumi kita akan menjadi negeri yang baik – baldatun thoyyibatun waRabbun Ghafuur.

Kita juga diberi salah satu  key performance indicator untuk negeri yang baik itu, yaitu negeri yang dikelilingi kebun dan kebun itu memberi makan yang cukup bagi penduduknya (QS 34:15).

Bahkan kita juga diberi rincian detil seperti apa bentuk kebun yang baik itu, lengkap dengan isi tanaman, susunan tata letak dan konturnya – demikian detil sampai kita bisa menggambarnya bila perlu. Masih kah kita belum  juga dapat melihatnya ? Ilustrasi di bawah barangkali bisa membantu.

Setelah kita bisa melihat petunjukNya itu, maka kita akan melihat pula tugas yang amat jelas bagi keberadaan kita di bumiNya ini. Yaitu untuk memakmurkannya (QS 11:61), menghidupkan bumi yang mati (QS 36:33) dan bukan sebaliknya berbuat kerusakan di muka bumi – tidak terhitung petunjuk dan peringatan Allah tentang ini, dan yang terbaru adalah ikan-ikan yang mati tersebut di atas. InsyaAllah kita bisa paham.
  

Jumat, 04 Desember 2015

1 Pohon Kurma = 1 Ha Pohon Sawit, Percaya ?

1 Pohon Kurma = 1 Ha Pohon Sawit, Percaya ?

Dua setengah tahun berlalu sejak saya melalui situs ini mengajak masyarakat untuk mulai menanam kurma. Masalah demi masalah Alhamdulillah mulai teratasi, dan kini bahkan sudah hadir Asosiasi Kurma Indonesia atau Indonesian Date Palm Association – yang per hari ini anggotanya mendekati 700-an orang. Bila pertanyaan besar tentang berbuah-tidaknya kurma di Indonesia sudah saya jawab melalui tulisan Paket Ekonomi Berbasis Kurma dan Domba, pertanyaan besar berikutnya adalah bagaimana masyarakat perkotaan yang tidak memiliki lahan-pun bisa ikut bertanam kurma ?

Saya ada setidaknya dua jawaban untuk ini, pertama adalah menanam kurma dalam pot atau yang dikenal dengan tabulampot (tanaman buah dalam pot). Metode ini di Indonesia sudah banyak dilakukan untuk buah-buah lokal Nusantara seperti aneka jambu dan mangga.

Kamis, 03 Desember 2015

Ketika Lampu Tidak Menyala Di Rumah Nabi

Ketika Lampu Tidak Menyala Di Rumah Nabi

Para pemimpin dari 195 negara saat ini lagi berkumpul di Paris untuk membicarakan perubahan iklim, diluar arena para demonstran meneriakkan suaranya untuk mengurangi energi  fosil dan menggantinya dengan energi terbarukan. Meskipun sudah 21 kali pertemuan belum menunjukkan hasil yang nyata di lapangan, memenuhi harapan para demonstran begitu saja juga tidak menjamin solusi. Lantas apa solusinya ? ada petunjuk yang jelas tentang ini – tetapi kebanyakan manusia mengabaikannya.

Ketika pasca topan Katrina tahun 2005 Amerika memproses jagungnya menjadi bahan bakar terbarukan bioethanol, negeri tetangganya Meksiko yang sudah terlanjur tergantung impor jagung dari Amerika mengalami krisis pangan – sampai menimbulkan apa yang disebut huru-hara Tortilla.

Selasa, 01 Desember 2015

Ecokonomi Yang (Tidak Kunjung) Hijau

Ecokonomi Yang (Tidak Kunjung) Hijau

Hari ini sampai sebelas hari kedepan para pemimpin dunia berkumpul di Le Bourget pinggiran kota Paris untuk apa yang mereka sebut United Nations Conference On Climate Change. Pertemuan ini juga disebut COP21, pertemuan ke 21 sejak para pihak (Conference of Parties) bertemu tahun 1992. Namun dengan begitu banyaknya para pemimpin dunia bertemu untuk membicarakan perubahan iklim, apakah sudah ada perbaikan ? Nampaknya bukan perbaikan yang mereka buat tetapi justru sebaliknya, pembusukan lingkungan.

Bukan saya yang menilai, tetapi inilah kesimpulan yang bisa kita ambil bila kita pelajari data dari  EDGAR (Emission Database for Global Atmospheric Research) yang merupakan joint research center-nya European Community.

PERGERAKAN HARGA DINAR EMAS 24 JAM

Mengenal Dinar dan Dirham
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW,”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association(LBMA).
Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Copas dari Buku "Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham " oleh : Muhaimin Iqbal