Mengapa Kita (Bisa) Dijajah ?
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Pada abad 14 ada kejadian luar biasa di Eropa dan sebagian Asia yang dikenal dengan peristiwa Black Death. Jutaan orang meninggal karena wabah penyakit yang begitu meluas. Saat itu dunia belajar dari kebiasaan orang-orang di negeri kekhalifahan yang sudah terbiasa mengkonsumsi makanan berempah dan berminyak wangi – yang selamat dari peristiwa Black Death tersebut. Tetapi kejadian ini menimbulkan cita-cita bagi generasi berikutnya di Eropa, yaitu untuk menguasai sendiri sumber rempah-rempah itu. Maka bermulalah sejarah penjajahan di Nusantara ini.
Dua abad setelah peristiwa di atas, cita-cita tersebut mulai dapat mereka realisasikan. Yaitu di awal abad 16 ketika kapal-kapal layar Portuges mulai menjamah wilayah Nusantara ini. Mulailah mereka berburu rempah-rempah khususnya bunga cengkeh dari Maluku, yang sejak dua abad sebelumnya dikenal khasiatnya untuk menghindari wabah yang sangat berbahaya sekelas Black Death.
Penjajahan ini-pun diteruskan oleh Belanda seabad kemudian ketika mereka mulai memasuki wilayah ini di awal abad 17. Begitu seterusnya bangsa-bangsa silih berganti menjajah negeri yang kaya ini. Apakah sekarang kita sudah berubah ? Mari kita lihat kemiripannya dengan kita di abad 16 dan 17 tersebut di atas.
Wilayah ini menjadi target para penjajah karena kekayaan alam kita yang bisa mereka eksploitasi, apakah kondisinya sekarang telah berubah ? Tidak, saat ini kita sama kayanya atau bahkan lebih kaya dari sisi sumber daya alam – karena berbagai temuan mineral dan sumber tambang lainnya yang belum ada saat itu.
Lima abad lalu penjajah mengincar rempah-rempah di sekitar kita, sesuatu yang oleh penduduk setempat dianggap biasa saja – bahkan cenderung di-ignore manfaat dan nilainya. Sehingga ketika rempah-rempah tersebut dijarah habis-habisan oleh para penjajah dibiarkan begitu saja. Apakah kondisi ini berubah ? Namaknya kok ya juga belum !
Lima abad lalu pula para penjajah selalu berkolaborasi dengan tokoh-tokoh masyarakat di masing-masing daerah, mereka dengan sukacita mau membantu kepentingan penjajah karena mereka juga punya kepentingannya sendiri. Apakah kita sekarang sudah berubah ? hanya kita sendiri yang layak menilainya.
Kombinasi yang perfect untuk daerah jajahan adalah kekayaan alam, ignorance-nya penduduk setempat akan kekayaannya dan para pemimpin atau tokoh masyarakat yang memiliki kepentingan sendiri. Tiga hal ini tidak berubah sejak Portuges mendaratkan kapalnya ke wilayah Nusantara ini 5 abad lalu hingga sekarang.
Kekayaan alam kita sebagian sudah habis dijarah, tetapi selalu bermunculan kekayaan baru yang mengundang minat penjajah dengan berbagai bentuknya untuk kembali menjajah negeri ini. Dan kekayaan baru negeri ini yang di jaman modern ini tumbuh pesat adalah kekayaan jumlah penduduk – yang menjadi sumber pasar yang sangat besar bagi berbagai produk-produk negeri lain yang kemudian menjadikan negeri ini target ‘jajahan’ pasarnya.
Ignorance-nya penduduk negeri ini bisa dilihat dari nilai impor bahan baku makanan ketika negeri ini sendiri sebetulnya sangat kaya dengan berbagai jenis bahan pangan yang lebih cocok untuk penduduknya sendiri. Juga yang sangat ironi adalah bahan baku obat yang mayoritasnya kita impor – padahal 5 abad lalu orang berburu bahan baku obat dari rempah-rempah negeri ini !
Kemudian kepentingan para pemimpin dan tokoh masyarakatnya, yang dijaman modern ini juga semakin beragam bentuknya. Kalau dahulu kepentingan itu hanya dikaitkan dengan 3 Ta – Tahta , Harta dan Wanita. Kepentingan para pemimpin dan tokoh masyarakat di jaman ini bisa berupa sesuatu yang bahkan sulit kita pahami.
Kepentingan untuk tetap eksis di kancah politik misalnya, bisa membuat para pemimpin dari yang di tingkat daerah sampai pusat ‘menjual’ kepentingan rakyatnya yang lebih luas. Bahkan kepentingan untuk membuktikan diri bahwa ‘saya bisa’ itu saja sudah cukup untuk ‘menggadaikan’ negeri ini kepada para investor ‘penjajah baru’ asing.
Tetapi kita memang tidak bisa hanya menyalahkan para pemimpin dan tokoh masyarakat, kita sendiri minimal juga menjadi salah satu dari factor mudahnya kita dijajah yaitu factor ignorance tersebut di atas.
Maka inilah setidaknya yang bisa dilakukan oleh rakyat kebanyakan seperti kita-kita, mulai berpandai-pandailah kita belajar mengolah kekayaan alam kita sendiri termasuk kekayaan alam yang sangat besar – yaitu penduduknya, agar ini tetap menjadi pasar bagi kita sendiri – bukan target ‘pasar jajahan’ para penjaja dagangan produk asing. Dengan itu insyaAllah kita bisa merdeka !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar