Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO

Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO


Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, informasi pengguna m-dinar. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.

TIPS Menyimpan Emas & Perak

TIPS !!!
1. Simpan di tempat aman semisal brankas, box emas atau kaleng anti karat.
2. Hindari dari Api dan Air serta tempat yang kelembabannya tinggi.
3. Hindari perawatan berlebih seperti mencuci dengan memberi hansanitiser, cukup dengan menggunakan tisu dengan lembut.
4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
5. Jaga Sertifikat pada Dinar dan Dirham, jangan sampai rusak letakkan pada tempat penyimpanan yang rapi

Pencarian

Senin, 19 Desember 2016

Peringatan Dari Venezuela

Peringatan Dari Venezuela

Krisis pangan yang terus memburuk di Venezuela menyiratkan pesan yang very loud and clear bagi seluruh dunia. Mereka negeri kaya dengan GDP per capita lebih tinggi dari Indonesia, tanah mereka subur dengan curah hujan rata-rata diatas 2,000 mm/th yang tidak jauh dari kita. Mereka negeri tropis yang iklimnya mirip dengan Indonesia, Malaysia dan Thailand. Tetapi di negeri itu sekarang rakyat yang punya uang-pun belum tentu bisa membeli bahan pangan. Apa pelajarannya ? 

Antrian makanan yang semakin mengular dijalan-jalan Venezuela menjadi pemandangan lumrah sehari-hari dan sudah berlangsung setahun terakhir. Hasil survey lembaga hak anak negeri itu menunjukkan bahwa 2/3 dari rumah tangga yang memiliki anak – tidak memiliki cukup makanan untuk anak-anak mereka. Sebagiannya mengambil keputusan tragis dengan menyerahkan anak-anaknya ke keluarga yang lebih mampu sekedar untuk memperoleh makanan – tetapi makanan mereka tetap tidak cukup.

Apa inti persoalannya sehingga di negeri yang subur dan kaya itu orang tetap tidak bisa makan ? Kesalahan utamanya ada pada para pemimpinnya tentu saja, kemudian diikuti oleh sikap rakyatnya yang tidak membangun budaya menanam.


Dalam rezim komunis, tanaman-tanaman harus didaftar oleh negara dan kemudian negara pula yang akan membeli hasil panenannya dengan harga yang juga ditentukan oleh negara. Dengan kondisi seperti ini, siapa yang mau menanam ?

Maka di negeri yang luasnya lebih dari separuh luas daratan Indonesia tetapi hanya dihuni oleh sekitar 32 juta penduduk itu – terjadi kelaparan yang amat sangat serius.

Negeri itu punya luas daratan lebih dari 1 juta km2 dengan air hujan yang cukup, tetapi hanya sekitar 3 %-nya saja yang ditanami. Rakyatnya enggan menanam karena policy pemerintahnya yang membuat rakyat ter-discourage untuk menanam.

Apa yang bisa kita pelajari dari sini ? Di bandingkan mereka memang kita masih harus banyak-banyak bersyukur. Dari luas lahan kita yang sekitar 1,9 juta km2, kita masih menanaminya sekitar 330,000 km2 atau sekitar  18 %-nya.

Masalahnya di kita adalah jumlah penduduk kita yang sangat banyak. Bila Venezuela kepadatan penduduk hanya sekitar 30 orang per km2, di kita kepadatan penduduk rata-rata itu mencapai 136 orang per km2 daratan. Jadi meskipun kita masih bisa makan cukup sekarang, ancaman krisis pangan seperti yang dialami Venezuela harus diwaspadai.

Utamanya tentu oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait seperti perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian. Selain mereka harus membuat dan membimbing rakyat untuk gemar menanam, mereka juga harus mampu mengarahkannya pada tanaman-tanaman pangan yang strategis – bukan sekedar menanam.

Tidak hanya mengejar kecukupan karbohidrat dan lemak, tetapi juga kecukupan akan protein, vitamin dan mineral. Khususnya untuk sumber protein baik hewani maupun nabati, pemerintah harus membuat iklim produksi yang sangat kondusif – karena bila tidak krisis protein bisa mengancam dengan sangat serius.

Protein yang paling terjangkau oleh kebanyakan rakyat kita adalah kedelai, dan ini masih diimpor dengan ukuran sekitar 2.4 juta ton per tahun. Selain masalah kesehatan – karena mayoritas kedelai impor ini dari jenis GMO, supply kedelai global juga dalam ancaman.

China mengimpor kedelai dengan pertumbuhan yang sangat massif, rata-rata menambah volume impornya sekitar 10 juta ton /tahun. Bila tiga tahun lalu mereka mengimpor di kisaran 60 juta ton/tahun, tahun lalu impor mereka sudah sampai di atas 80 juta ton/tahun. Adakah yang masih tersisa kedelai untuk kita impor di tahun-tahun mendatang ?

Pertanyaan ini yang harus segera bisa dijawab oleh para pengambil keputusan di negeri ini. Karena bila tidak ada yang kita bisa impor lagi, kita butuh menanam tambahan kedelai lebih dari 1 juta hektar untuk menggantikan kedelai yang selama kita impor tersebut.

Tidak terbayang Indonesia tanpa kedelai ! Warung-warung tegal dan sekelasnya akan tidak lagi bisa beroperasi karena selama ini menu utama mereka seputar tahu dan tempe, ada yang digoreng, ada yang di-oseng-oseng, disayur dlsb. tetapi semuanya serba tahu dan tempe yang membutuhkan kedelai.

Sumber protein hewani tidak akan lebih mudah, untuk ternak besar sumber daging merah masih ada jebakan pakan – feed trap – sehingga kita belum bisa mencukupi kebutuhan sendiri secara sustainable. Selain kendala pakan , juga kendala pada bibit – yang lagi-lagi pembibitan mejadi mahal karena pakannya mahal.

Untuk sumber daging putih dari unggas-pun tidak kalah peliknya, pakan unggas tergantung pada jagung impor. Ketika impor jagung diturunkan dan akan berhenti pada tahun 2018, unggas kita juga akan punya problemnya tersendiri.

Para konglomerat per-unggasan tentu lebih cerdik dari peternak rakyat, mereka punya solusi pakan dengan mengimpor feed-grade wheat – gandum kwalitas rendah untuk pakan ternak.

Tahun lalu Indonesia mengimpor gandum dengan nilai sekitar US$ 1.7 milyar, tahun ini sampai September saja impor gandum sudah mendekat US$ 2 milyar. Dugaan saya ini adalah karena sekarang kita tidak hanya mengimpor gandum untuk makanan manusia, tetapi juga mengimpor gandum untuk pakan ternak khususnya unggas.

Memang tugas utama untuk menjaga keamanan pangan tersebut ada di pundak pemerintah beserta seluruh jajarannya yang terkait. Tetapi karena kita bisa menjadi korban sebagaimana rakyat Venezuela menjadi korban dari kebijakan pemerintahnya, maka rakyat juga harus mulai berbuat. Lantas apa yang bisa kita perbuat ?

Untuk sumber protein nabati, rakyat dapat bergerak mengumpulkan berbagai jenis kacang-kacangan. Mulai dari berbagai jenis kedelai, koro, kacang dlsb. Ada ribuan kacang-kacangan ini di Indonesia dan insyaAllah di desa-desa masih ada bibitnya. Kalau kita mulai kumpulkan benihnya sekarang dan mulai menanam, insyaAllah krisis Venezuela bisa kita cegah di negeri ini.


Untuk sumber protein hewani pilihan saya ada di ayam kampung, domba dan kambing,  secara turun temurun rakyat kita terbiasa dengan ternak-ternak ini – mengapa tidak kita gerakkan lagi sekarang sebagai langkah jitu untuk membangun ketahanan pangan yang sesungguhnya ?

Lebih dari itu rakyat perkotaan-pun bisa mulai menanam sebagian makanannya sendiri , khususnya adalah sumber vitamin dan mineral dari aneka buah-buahan dan sayuran. Rata-rata buah bisa ditanam di perkotaan, di tabulampot sekalipun, demikian pula sayuran.

Bahkan ketika tanah kita sangat-sangat sedikit sekalipun kita masih bisa menanam dengan murah dan mudah secara vertical farming misalnya. Contoh vertical farming di samping adalah cara saya menghadirkan kembali buah ndeso untuk mengobati kerinduan masa kecil – yaitu buah ciplukan !

Maka inilah salah satu cara kita agar kita bisa mengantisipasi dan mencegah krisis pangan Venezuela dari menjalar ke kita. Kita bisa bangkitkan sentimen kerinduan masa kecil kita di desa untuk kembali menanam, iGrow My Own Food !.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERGERAKAN HARGA DINAR EMAS 24 JAM

Mengenal Dinar dan Dirham
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW,”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association(LBMA).
Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Copas dari Buku "Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham " oleh : Muhaimin Iqbal