Keluarga Al-Qur’an
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Seorang suami yang pingin sekali membangun keluarga yang mawaddah warahmah, berusaha meyakinkan istrinya dengan menggunakan Al-Qur’an di setiap kesempatan – dan tentu saja istrinya yang sangat shalihah selalu mengikutinya. Suatu saat ketika dia punya kepentingan – yang dia tahu istrinya bakal sangat berat menerimanya, maka diapun ajak istrinya mengaji kepada gurunya yang sama-sama dihormati. Tetapi sebelum datang dia berpesan kepada sang guru untuk membacakan tafsir surat Ali-Imron 14.
Sang guru kemudian membacakan dengan sangat indah satu ayat berikut : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS 3:14)
Meskipun gurunya sudah sangat menguasai tafsir Al-Qur’an, guru yang hati-hati inipun merasa perlu untuk membacakan langsung dari kitab tafsir Ibnu Kathir – agar dia bisa memberikan nasihat yang paling adil bagi keluarga yang datang ini. Maka dia bacakan tafsir ayat tersebut secara mendetail kata demi kata, kalimat demi kalimat.
Sampailah gurunya membacakan salah satu hadits yang juga digunakan oleh Ibnu Kathir dalam menafsirkan kecintaan laki-laki terhadap wanita. Dari kitab tafsir ini sang guru membacakan hadits berikut :
“Dan sesungguhnya yang terbaik dari umat ini adalah yang istrinya paling banyak”.
Sang suami manggut-manggut sambil tersenyum, menunjukkan rasa bahagianya telah memperoleh alasan yang sangat baik untuk bisa berargumen dengan istrinya untuk maksud yang hendak dia sampaikannya.
Istrinya yang sangat shalehah dan sangat cerdas-pun segera menangkap maksud sang suami. Meskipun dihinggapi rasa galau, dia juga tidak mungkin membantah Al-Qur’an maupun tafsirnya yang ditulis oleh ulama sekaliber Ibnu Kathir dan dibacakan langsung oleh sang guru yang dihormatinya.
Ketika sang guru telah menyelesaikan bahasannya tentang ayat tersebut di atas dan sang suami-pun telah merasa target ngajinya kali ini sudah tercapai, sang istri masih penasaran. Dengan cerdas dia minta ijin suaminya, untuk minta sang guru meneruskan ngajinya sampai tiga ayat berikutnya.
Sang suami tidak bisa menolak dan sang guru-pun terus membacakan tiga ayat berikutnya. Maka sekali lagi sang guru membuka kita tafsirnya dan membacakan detil penjelasan tiga ayat yang artinya berikut :
“Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka, (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS 3 : 15-17)
Setelah sang guru selesai membacakan tafsir tiga ayat tersebut, ganti wajah sang istri yang menjadi sumringah – dia memperoleh argumen yang tidak kalah baiknya dengan sang suami untuk maksud sang suami yang tadinya hendak dia utarakan.
Dalam perjalanan pulang dari mengaji, untuk memecahkan kebisuan sang suami – istri yang shalehah inipun membuka percakapan dengan senyum : “Abi, aku tahu yang hendak abi sampaikan. Tetapi aku ingin yang lebih baik untuk abi, dan Allah sendiri sudah memberi tahu apa itu yang lebih baik !”
Sang suami yang tidak ingin kalah shaleh dengan istrinya ini-pun manggut-manggut meskipun hatinya galau. Dalam sebagian hatinya dia bilang : “gagal maning rencanaku…”, tetapi disisi lain hati kecilnya juga mengakui : “ betapa cerdas dan shalehnya istriku…”.
Inilah indahnya ketika hidup dipandu dengan Al-Qur’an secara menyeluruh, kita hanya punya dua pilihan untuk menjadi baik atau yang lebih baik ! Tetapi kita tidak cukup mengaji dari satu ayat. Bila tema yang lagi ramai dibahas di negeri ini Surat Al-Maidah 51 misalnya, maka setidaknya kita juga harus bahas pula mulai dari Surat Al-Maidah 44, 45 dam 47.
Pemimpin yang non-muslim tentu kita tolak, tetapi kepada pemimpin yang muslim-pun jangan diberikan cek kosong. Apalah artinya pemimpin yang ber-KTP Islam tetapi membiarkan riba merajalela di daerah kekuasannya, bahkan riba juga juga menjadi kewajiban yang dipaksakan dalam program BPJS yang hingga kini belum muncul versi syariahnya. Riba sudah cukup menghancurkan negeri ini, apalagi riba yang diwajibkan !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar