Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO

Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO


Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, informasi pengguna m-dinar. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.

TIPS Menyimpan Emas & Perak

TIPS !!!
1. Simpan di tempat aman semisal brankas, box emas atau kaleng anti karat.
2. Hindari dari Api dan Air serta tempat yang kelembabannya tinggi.
3. Hindari perawatan berlebih seperti mencuci dengan memberi hansanitiser, cukup dengan menggunakan tisu dengan lembut.
4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
5. Jaga Sertifikat pada Dinar dan Dirham, jangan sampai rusak letakkan pada tempat penyimpanan yang rapi

Pencarian

Rabu, 04 Mei 2016

Agriculture Startup

Agriculture Startup

Kalau saja program pemerintah benar-benar berjalan, seharusnya negeri ini sudah swasembada beras sejak tahun lalu (2015), kemudian tahun ini swasembaga jagung , tahun depan swasembada kedelai dan setelah itu swasembada pangan lainnya. Inilah hasil akumulatif setelah 70 tahun merdeka dan 7 presiden berganti, kita masih berkutat dalam urusan perut yang tidak kunjung usai. Program demi program disusun, sebelum program itu berjalan – pemerintahan berganti dan mengganti pula program yang disusun pemerintahan sebelumnya. Bagaimana lingkaran setan ini bisa diputus ? menurut saya sendiri salah satunya adalah dengan men-startup-kan sektor pertanian di negeri ini.

Alih-alih bisa swasembada beras di tahun 2015 dan jagung di tahun ini, apalagi kedelai di tahun depan – semua indikator harga dan volume import justru menunjukkan arah yang sebaliknya, Guru Besar Pertanian IPB mengulas hal ini dengan sangat detil di harian Kompas kemarin (3/5/2016) dalam artikel berjudul “Waspada Pangan 2016”.

Masalahnya sebenarnya sudah jelas dari dahulu, penduduk negeri ini yang sangat banyak memerlukan bahan pangan yang sangat banyak pula. Bila dilihat dari sudut pandang pemerintah – siapapun pemerintahnya akan melihat ini sebagai beban, yaitu bagaimana dapat menyediakan pangan yang cukup bagi rakyat yang begitu banyak.


Karena dilihatnya sebagai beban atau liability, maka pasti akan terasa berat bagi para pemikulnya. Jadi apa solusinya ? rakyat yang sangat banyak dan semuanya membutuhkan sumber-sumber pangan terbaik harus dapat dilihat sebagai potensi asset, yang dapat bener-bener menjadi asset bagi para pihak yang mampu mengatasi tantangannya.

Jadi siapa yang akan bisa mengubah liability tersebut menjadi asset ? Diantaranya adalah para startupers ! Mereka mencari tantangan-tantangan besar karena pada tantangan besar inilah terbuka peluang besar – terbuka peluang untuk scalability usaha yang nyaris tanpa batas.

Dan ini bukan utopia semata, di berbagai bidang lain para startupers (orang-orang yang memulai usaha baru dan mampu menumbuhkannya dengan cepat) telah melakukannya. Bagamana GO-JEK misalnya membantu mengatasi problem transportasi massal yang fleksibel dan murah, bagaimana Bukalapak yang bisa membangun pasar bagi UKM – yang jauh lebih efektif dari yang bisa difasilitasi pemerintah dan berbagai contoh-contoh lain yang sangat banyak – yang tercermin dari berjubel-nya icon di smartphone kita.

Maka terbuka hal yang sama untuk anak-anak muda yang kreatif dan inovatif, untuk melihat problem pangan tersebut sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Sisi-sisi yang bisa digarap sangat banyak, jadi tidak perlu berdarah-darah bersaing di red ocean, masih terbuka banyak blue ocean untuk diarungi.

Salah satunya adalah realitas pangan yang kita hadapi sekarang. Era globalisasi di satu sisi membawa kebaikan karena makanan kita bisa berasal dari mana saja. Namun keburukannya juga tidak sedikit, para petani kita menjadi bersaing head-to-head dengan petani-petani raksasa dari perbagai belahan dunia lainnya.

Petani padi kita pasti tidak mudah bersaing dengan petani padi dari Thailand dan Vietnam karena cost produksi beras mereka kurang lebih hanya separuh dari cost produksi beras kita.

Demikian pula para peternak kita, tidak akan mudah bersaing dengan para peternak Australia, yang cost produksi dagingnya kurang lebih juga hanya sekitar separuh dari cost produksi daging dari peternak kita.

Akibatnya tidak sederhana, kita makan makanan yang bahan-bahannya ditransportasikan dengan begitu jauhnya. Roti, mie dan berbagai makanan keseharian kita – bahannya ditransportasikan lebih dari 11 ribu miles atau sekitar 17,500 km menempuh perjalanan separuh bumi dengan waktu tempuh lebih dari satu bulan di laut !

Tahu tempe kita-pun demikian, bahan-bahannya menempuh perjalanan lebih dari 10,000 miles. Susu dari belanda menempuh perjalanan 7,200 miles, daging dari Australia menempuh perjalanan 3,700 miles, jeruk dari China menempuh perjalanan 2,200 miles dan bahkan beras yang merupakan bahan makanan pokok kita kadang harus menempuh perjalanan 1,600 miles dari Thailand sebelum sampai piring kita.

Dengan perjalanan yang begitu panjang, sangat bisa jadi harga bahan pangan yang kita bayar sejatinya bukan dari harga bahan pangan itu sendiri – tetapi lebih pada harga ongkos bahan bakarnya. Kita membuang begitu banyak energi fosil untuk mengangkut bahan pangan, begitu banyak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.

Dari realitas tersebut, di berbagai belahan dunia sekarang muncul gerakan yang disebut Local Food Movement, yaitu gerakan untuk mendorong masyarakat makan-makanan yang bahannya diproduksi tidak jauh dari lokasi mereka. Muncul pula istilah Locavore atau Localvore untuk masyarakat yang sudah makan sesuai dengan produksi lingkungannya. Bahkan di Amerika ada index yang disebut Locavore Index, untuk membandingkan tingkat konsumsi produksi lokal dari masing-masing negara bagian.

Apa dampak dari gerakan semacam ini ? pertama yang jelas adalah menghidupkan ekonomi lokal karena akan ada keberpihakan masyarakat untuk mengkonsumsi produk bahan pangan yang terdekat dari mereka tinggal. Yang kedua adalah dampak lingkungan, semakin dekat jarak produksi dan konsumsi – semakin kecil bahan bakar diboroskan untuk transportasi.

Memang belum ada kesepakatan tentang seberapa dekat sih yang disebut local, angka yang rata-rata muncul adalah kurang dari 100 miles. Bila asumsi ini yang kita gunakan dan kita hidup di Jakarta, maka mayoritas pangan kita mestinya bisa disupply dari DKI, Banten, dan Jawa Barat. Coba kita baynagkan , apa yang tidak bisa kita hadirkan dari bahan pangan kita dalam radius ini ? semuanya insyaAllah bisa. Tetapi bila memang ada yang belum bisa disupply dari daerah ini, tentu saja tetap bisa disupply oleh daerah lainnya, local food bukan masalah boleh tidak boleh – tetapi adalah masalah pereferensi atau keberpihakan.

Lantas bagaimana dengan para petani di daerah lain ? bukankah akan berkurang pasarnya ? Tidak perlu juga, karena dia bisa fokus ke pasar yang dalam radius 100 miles yang sama. Bila pasar pangannya tidak cukup besar dalam radius tersebut, baru mengisi daerah lain.

Bisa mensupply bibit-bibit untuk ditanam di daerah yang lebih dekat dengan pasar atau konsumennya. Bisa juga bertani untuk produk-produk pertanian non pangan, seperti bahan baku industri tekstil, industri obat, industri minyak atsiri dlsb.

Saya beri contoh misalnya saya punya lahan tegalan yang cukup luas di Blitar, saya tanami apa sebaliknya ? kalau saya tanami bahan pangan langsung – pasar dalam radius 100 milenya kurang menarik. Tetapi kalau saya tanami tanaman  sayur untuk diambil bibitnya, maka ekspor ke negeri China-pun menjadi menarik.

Setelah video “I Grow My Own Food in 14 Days” saya tayangkan di fanpage GeraiDinar misalnya, banyak sekali menghubungi kami dimana memperoleh bibit untuk microgreens yang saya tampilkan dalam video tersebut, ini membuka pasar yang tidak terbatas bagi petani dimanapun sebenarnya.

Lantas bagaimana kita tahu ada local food di sekitar kita ? Itulah tantangan para startupers untuk memformulasikan value proposition-nya. Bagaimana dia bisa menarik masyarakat DKI, Banten dan Jawa Barat misalnya untuk tiba-tiba mau menanam bahan  pangan karena adanya pasar yang sangat besar.

Bagaimana pula dia bisa mengkomunikasikan dengan mudah ke masyarakat luas, bahwa ada pilihan bahan pangan yang mereka butuhkan – yang berasal dari sekitar mereka, dst.

Bila kedua langkah ini terjadi bersamaan, maka inilah kontribusi masyarakat bagi kecukupan pangan untuk kita semua itu. Program ini tidak membebani biaya apapun ke pemerintah , karena masyarakat melakukannya dengan melihat potensi Asset. Bahkan sebaliknya menurunkan beban atau liability pemerintah – karena pemerintah selalu melihat urusan pangan ini sebagai liability yang harus diberikan anggaran, subsidi dlsb.

After all, bukan pemerintah lah yang memberi kita makan. Tetapi Dia Yang Al Ghanny dan Al-Mughni , dengan Dia Yang Maha Kaya dan Maha Mampu Mengkayakan – mengapa kita sampai harus menghadapi krisis pangan ? InsyaAllah tidak, krisis ini hanyalah tantangan bagi yang siap menaklukkannya. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERGERAKAN HARGA DINAR EMAS 24 JAM

Mengenal Dinar dan Dirham
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW,”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association(LBMA).
Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Copas dari Buku "Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham " oleh : Muhaimin Iqbal