Mencari Passion Yang Hilang
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Belum pernah saya di jaman modern ini menemukan sekelompok masyarakat dari anak-anaknya sampai orang tuanya begitu mencintai sejarah, seperti sekelompok masyarakat yang terbentuk selama lima tahun terakhir ini – yang saya sebut saja masyarakat Kuttab Al-Fatih. Selain peran Ustad Budi Ashari yang biasa mengasuh acara Khalifah di TV Trans 7, kepandaian bertutur itupun menular sampai ke guru-guru di lingkungan Kuttab Al-Fatih. Dari sinilah saya mulai melihat benang merahnya antara kecintaan terhadap sejarah atau kita menyebutnya siroh dengan jalan menuju kebangkitan umat ini.
Apa hubungannya antara siroh dengan kebangkitan umat ? Saya beri contohnya yang paling gampang seperti ini :
Bayangkan kalau kita dalami siroh perjalanan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sejak hijrah saja. Perhatikan apa urutan-urutan yang dilakukan beliau dengan para sahabat di Madinnah, mulai dari membangun Masjid Quba – yang merupakan masjid yang pertama beliau bangun, kemudian baru Masjid Nabawi – yang keduanya selalu kita kunjungi setiap kali kita ke Madinnah – keduanya dibangun masih di tahun pertama Hijriyah atau tahun 622 Masehi.
Cerita tentang kedua Masjid ini begitu kita kuasai, begitu pula tentang perang-perang besar maupun yang kecil yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta para sahabat beliau dalam perjalanannya menghadirkan Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Tetapi ada bagian-bagian tertentu dari siroh itu yang hilang dari penguasaan kita, dan ketika ini terjadi – inilah yang kemudian melemahkan umat ini. Yang hilang dari penguasaan kita contohnya adalah siroh yang terkait dengan pasar. Karena kita tidak kuasai siroh tentang pasar ini, umat yang hidup di jaman ini juga sangat tidak menguasai pasar.
Kalau saja siroh tentang pasar ini kita kuasai dan kita ikuti step-by-step sesuai perjalanan beliau membangun negeri Islam Madinnah, maka umat ini pastilah berjaya di pasar – tidak seperti kondisi umat saat ini – kita mayoritas tetapi yang mayoritas ini hanya sebagai pasar bagi kekuatan yang minoritas.
Kalau kita ikuti siroh tentang pasar – dimana Uswatun Hasanah – contoh terbaik kita membangun pasar bagi umatnya tahun kedua setelah membangun masjid beliau, maka mestinya pasar di jaman ini sudah dalam genggaman umat. Masjid yang bertebaran dimana-mana, gaung adzannya bersaut-sautan satu sama lain – maka seharusnya demikian pula rantai pasarnya.
Inilah yang mustinya jadi introspeksi umat ini, untuk kembali mencintai siroh – kemudian belajar mengikutinya. Bayangkan kalau konsep ini kita jalankan misalnya, masjid di kompleks kami sudah berdiri tahun 1999 – seharusnya paling lambat tahun 2000 komunitas jama’ahnya sudah memiliki pasarnya sendiri.
Kenyataannya hingga kini – meskipun sholat subuhnya saja sudah sekitar 150-an orang , tetapi ketika hendak belanja kebutuhan sehari-hari – masing-masing jamaah memerlukan keluar kompleks dan harus berbelanja ke mart-mart yang bukan bagian dari jamaah ini.
Kalau miniature umat ini kita scale-up menjadi organisasi massa, maka di negeri ini ada sejumlah organisasi massa baik yang berafiliasi politik maupun tidak yang anggotanya mencapai puluhan juta orang. Tetapi apa yang dilakukan oleh anggota jamaahnya ketika berbelanja ? apakah mereka membeli dari sesama jamaah ? Ternyata tidak juga.
Bayangkan sekarang kalau masing-masing organisasi massa tersebut mengelola pasar internalnya – masing-masing akan menjadi raksasa-raksasa pasar yang akan menjadi kekuatan tersendiri yang tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan yang lain. Saat ini yang ada betapapun besarnya organisasi massa yang ada, sama sekali tidak ada kekuatan pasarnya – di luar kekuatan bargain-bargain politik menjelang PEMILU atau PILKADA.
Ini semula awalnya antara lain karena kita tidak mencintai siroh sehingga kita juga tidak menguasai apa yang dilakukan Nabi, karena kita tidak mengetahui apa yang dilakukan Uswah kita terhadap pasar – maka kita juga tidak menirunya.
Contoh lain yang melemahkan keluarga-keluarga umat saat ini adalah penguasaan siroh atas keluarga Nabi. Di keluarga Nabi ada contoh yang sempurna untuk keluarga entrepreneur yang sukses, selain pada diri beliau – juga ada pada istri beliau.
Siti Khadijah adalah wanita pengusaha sukses yang sangat terhormat di kalangan kaumnya. Dia sudah memiliki segalanya ketika usia dia baru 40, berarti kalau menggunakan bahasa sekarang – dia adalah contoh sukses pengusaha muda wanita pada jamannya. Dan dia memilih suami yang tepat, dan kemudian menjadi wanita pertama yang meng-imani kenabian beliau.
Masih di keluarga Nabi juga, salah satu istri beliau ada yang kalau dalam bahasa sekarang kita menyebutnya adalah seorang yang multi discipline professional – professional segala bidang yang sangat resourceful. Dialah Zainab binti Jahsy, ketika saya belajar tentang kulit – saya ketemu ujungnya di keluarga Nabi yang menguasai teknik penyamakan kulit adalah Zainah binti Jahsy ini.
Ketika saya belajar tentang industri parfum, ternyata ujungnya ketemu pada wanita yang sama yaitu Zainab binti Jahsy. Beliau adalah perfumer professional, yang meracik parfum berkwalitas tinggi di rumahnya. Dari karyanya ini beliau meng-hire sejumlah laki-laki untuk menjual parfum produksinya di pasar.
Nah apa yang terjadi bila sekarang kita bisa mencontoh apa-apa yang dilakukan beliau dan keluarganya secara kaffah, baik yang sifatnya peribadatan khusus – maupun ibadah dalam arti luas seperti bekerja, membangun pasar, membangun keluarga professional dlsb ? Bagaimana umat di jaman ini bisa melakukannya ?
Ya itu tadi, mulai dari membangkitkan kembali kecintaan atau passion kita terhadap siroh. Bila passion ini sudah muncul, kita akan eager untuk mempelajari apa yang dilakukan beliau, keluarganya, sahabat-sahabatnya dalam segala aspek kehidupan. Setelah itulah insyaAllah akan timbul keinginan yang kuat untuk mengikutinya.
Konkritnya apa yang akan kita lakukan ? Ada dua hal yang bisa kita lakukan bersama-sama secara konkrit. PertamaHuurun Project – yang saat ini persiapan-persiapan akhirnya sedang dilakukan dan insyaAllah Agustus nanti training massal bisa dilakukan.
Yang pertama kita trainingkan massal juga mencontoh apa yang dilakukan di keluarga Nabi – Khususnya Zainab binti Jahsy, yaitu keahlian meracik parfum. Mengapa ini yang kita dahulukan ? saya melihat urgensinya untuk umat ini secepat mungkin beralih ke wewangian alami – karena umat ini sunnahnya harus wangi, sedangkan wewangian yang sudah ada di pasar mayoritasnya adalah bahan kimia yang membahayakan – jadi harus secepatnya kita gantikan.
Yang kedua adalah penguasaan pasar, tantangan yang saya lontarkan melalui tulisan sebulan lalu Startup Center Disruptive Challenge insyaAllah sudah ketemu pemenangnya. Melalui solusi yang ditawarkannya, insyaAllah akan menjadi sangat mudah sekelompok kecil jamaah – seperti contoh masjid komplek saya tersebut di atas , ataupun jamaah yang sangat besar sekalipun untuk membuat pasarnya sendiri. Pada waktunya siap, solusi ini juga akan diumumkan di situs ini.
Maka kita memang harus berusaha kembali menghadirkan passion terhadap sejarah, dan hanya ada satu sejarah yang baik untuk ditiru di segala bidang kehidupan – yaitu sejarah uswah terbaik kita. Diawali dengan passion inilah insyaAllah kita akan bangkit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar