Seeing The Smell
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Membuat produk yang intangible seolah-olah tangible – bisa dilihat dan dirasakan- adalah tantangan tersendiri di services industry pada umumnya. Maka muncullah istilah seeing the smell, arti kiasan untuk membuat sesuatu yang tadinya tidak terlihat menjadi terlihat. Tetapi arti kiasan itu kini sangat mungkin kita ‘harfiah’-kan, bagaimana membuat harum-haruman yang tidak terlihat oleh mata - yang hanya bisa dirasakan oleh indra penciuman – seolah-olah bisa dilihat oleh mata kita. Bila ini bisa dilakukan, maka akan muncul startup baru yang bisa disrupt kemapanan industri parfum, wellness industry dan bahkan juga industri kesehatan dunia.
Apa pentingnya visualisasi ini ? industri parfum adalah contoh industri yang belum bisa memanfaatkan teknologi informasi seperti internet secara optimal karena sifat produknya sendiri. Kecil kemungkinan orang mau membeli parfum baru via internet, karena secanggih-canggih teknologi informasi sekarang – belum bisa secara komersial mengirimkan bau-bauan secara on-line.
Pembeli parfum pada umumnya datang ke counter atau toko fisik, mengetes dengan mencium beberapa yang diminatinya secara langsung dan kemudian baru membelinya. Kemudian setelah dia tahu betul merek atau produk tertentu, dia bisa membeli parfum sejenis via internet kalau dia mau – karena dia sudah tahu baunya seperti apa.
Bayangkan sekarang kalau kita bisa visualisaikan bau-bauan itu, maka akan tiba-tiba terbuka luas berbagai produk harum-haruam yang baru sekalipun. Indonesia yang memiliki variasi 2/3 dari sumber bahan baku minyak wangi dunia, tiba-tiba berpeluang memperkenalkan end products berupa tropical perfumes langsung ke masyarakat dunia.
Selama ini industri bahan baku parfum atau industri minyak atsiri Indonesia masih lebih banyak menjual glondongan minyak atsiri ke Singapore, India dan beberapa negara Eropa. Lalu merekalah yang membuat end products-nya dan menikmati nilai tambah yang maksimal.
Lantas bagaimana membuat harum-haruman tropis itu bisa ‘terlihat’ oleh mata ? Di dunia startup kita mengenal istilah Minimum Viable Product (MVP), yaitu konsep produk yang masih sangat awal – dengan feature minimal – sekedar cukup untuk mem-validasi sebuah ide, dan cukup untuk mengetes respon stakeholders.
Maka MVP saya untuk ide membuat harum-haruman itu terlihat – seeing the smell - kurang lebih seperti pada ilustrasi grafis berikut.
Para pengguna parfum dunia tentu sudah mengenal parfum yang biasa mereka pakai selama ini. Karena formula masing-masing parfum adalah rahasia dari masing-masing perusahaan yang memproduksinya, maka melalui teknologi dan ketrampilan ahli parfum – kita hanya bisa menduga kemungkinan besar bahan-bahan yang digunakannya. Dari dugaan inilah akan bisa dibuat aroma profile dari parfum tersebut.
Misalnya saya ambilkan contoh parfum merek terkenal yang saya analisa, saya menduga bahan yang digunakan ada delapan, yaitu jasmine, orange, rose, coriander, pepper, bergamot, vetiver dan agar wood. Dengan menganalisa keharumannya, kita juga bisa menduga kekuatan atau konsentrasi masing-masing bahan.
Hasilnya bila diplot-kan di computer, akan membentuk grafik biru – termasuk didalamnya wilayah kuning dan coklat (karena intersection dengan warna-warna berikutnya – maka dari biru berubah kuning dan coklat).
Nah kalau saya mau memodifikasi parfum yang saya analisa tersebut menjadi lebih segar misalnya, dari komposisi yang ada saya perbanyak unsur orange – menjadi grafik orange plus intersection-nya kuning dan coklat. Kalau dicium baunya akan seperti parfum yang saya analisa tersebut tetapi kini lebih segar dan lebih cepat mendatangkan keharuman.
Kalau saya ingin membuat parfum tersebut lebih tahan lama keharumannya, maka yang saya tambahkan adalah unsur vetiver dan agarwood-nya. Hasilnya seperti grafik hijau (plus intersectionnya di biru dan kuning). Harumnya mirip dengan yang dianalisa tetapi lebih tahan lama, dan keharumannya juga muncul lebih lamban.
Berapapun unsur bahan parfum yang digunakan, dia bisa diurutkan dalam bentuk jari-jari radar yang bergerak searah jarum jam. Di jam-jam awal, jam 1- 3 misalnya adalah untuk harum-haruman yang langsung muncul begitu digunakan, dan jam-jam akhir 9-12 (21-24) adalah untuk unsur bahan yang akan melekat lama dan baru muncul beberapa jam kemudian keharumannya.
Dari visualisasi sederhana tersebut, sekarang kita ‘bisa melihat’ suatu keharuman, dan bisa melihat pula bedanya yang satu dengan yang lain. Kita bisa memesan atau membeli parfum online, tanpa mencoba keharumannya-pun kita bisa menduga akan seperti apa hasilnya. Bahkan kita bisa memesan secara khusus karakter parfum yang kita inginkan.
Lantas apa manfaatnya ilmu yang terkesan remeh –temeh ini kita kuasai ? Penguasaan seluk beluk prafum bukanlah ilmu remeh temeh. Ini yang dulu dibahas ulama-ulama sekaliber Al-Khawaritsmi, Ar-Rozi, Ibnu Awwam dlsb. Mengapa mereka begitu mengganggp pentingnya masalah ini ?
Karena ini bagian dari sunnah uswatun hasanah kita yang mencintai tiga hal dari dunia kita, yaitu wanita, parfum dan tambatan hati pada sholat. Mencintai wanita dan menikmati sholat, kemungkinan sudah kita lakukan. Bagaimana dengan mencintai parfum ?
Masih sangat sedikit umat kita di jaman ini yang mencintai parfum mengikuti sunnah beliau, lho dari mana kita tahu ? Dari aroma yang muncul di masjid-masjid dan mushola-mushola, belum mencerminkan bahwa kita adalah umat dari nabi yang aslinya sudah sangat harum baunya dan itupun masih menggunakan wewangian untuk bisa diikuti umatnya. Lha kita ? sudah bau asli kita tidak harum, tidak rajin pula memakai minyak wangi.
Lebih dari itu, wewangian juga sangat berpotensi untuk menjadi obat masa depan. Sejumlah riset meng-confirm bahwa wewangian bisa menjadi antibiotic baru yang bisa menembus penyakit yang sudah resistant terhadap antibiotic conventional.
Terilhami oleh Surat Yusuf ayat 84,94 dan 96 yang sudah saya bahas pada tulisan sebelumnya The Sense of Smell, yang intinya adalah sebuah penyakit bisa diterapi penyembuhannya melalui bau-bauan yang sangat spesifik, maka MVP Aroma Profile tersebut di atas bisa menjadi sangat strategis untuk industri pengobatan ke depan.
Masing-masing kita mempunyai preferensi tersendiri untuk bau-bauan yang sangat kita sukai, yang kita sukai, yang kita biasa saja, yang kita benci sampai yang sangat kita benci. Untuk yang kita sukai, bisa menjadi profile tersendiri, demikian pula untuk yang kita benci.
Aroma profile ini kemudian tersimpan dalam sebuah data base, untuk apa disimpan ? Seperti kisah nabi Ya’kub dan anaknya Yusuf tersebut di atas. Suatu saat kita sakit, upaya penyembuhannya tidak usah susah-susah. Tinggal di-match-kan dengan aroma profile kita. Apa ada bau-bauan yang tidak kita sukai yang ada di sekitar kita ? kalau ada disingkirkan dahulu.
Kemudian tinggal diterapi dengan bau-bauan yang sesuai dengan aroma profile yang kita sukai tersebut. Seperti data sidik jari kita yang sekarang tersimpan dimana-mana , mulai dari kepolisian (ketika urus SIM), pemda (KTP) sampai kedutaan asing (ketika ngurus visa !) – maka demikianlah kelak aroma profile kita.
Bisa tersimpan di dokter atau rumah sakit langganan kita, perusahaan asuransi yang jamin kesehatan kita, sampai spa yang kita kunjungi – dengan data aroma profile tersebut mereka akan langsung tahu treatment specific seperti apa yang kita butuhkan.
Ini semua mayoritasnya tentu baru di tahapan ide, tetapi kita sudah mulai membuat MVP-nya. Tahap demi tahap MVP tersebut akan kita lengkapi dengan ahlinya masing-masing dari berbagai bidang, mulai dari programming, perfumery, aroma therapy sampai functional medicine.
Saya sudah buka ide ini di tahapnya yang masih sangat awal melalui tulisan ini, karena siapa tahu Anda yang membacanya – memiliki minat dan kompetensi lebih di bidang ini sehingga dapat membantu kami mewujudkannya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar