Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO

Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO


Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, informasi pengguna m-dinar. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.

TIPS Menyimpan Emas & Perak

TIPS !!!
1. Simpan di tempat aman semisal brankas, box emas atau kaleng anti karat.
2. Hindari dari Api dan Air serta tempat yang kelembabannya tinggi.
3. Hindari perawatan berlebih seperti mencuci dengan memberi hansanitiser, cukup dengan menggunakan tisu dengan lembut.
4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
5. Jaga Sertifikat pada Dinar dan Dirham, jangan sampai rusak letakkan pada tempat penyimpanan yang rapi

Pencarian

Selasa, 03 Januari 2017

Fintech In Islamic Finance

Fintech In Islamic Finance

Pendiri Bitcoin news service CoinDesk – Shakil Khan - menggambarkan bahwa system perbankan yang ada sekarang ini sebagai ‘very-very old in today’s day and age where technology companies are innovating and bringing out new products every six months, bank are running on systems that were built in 1980s and 1990s’. Lantas apa calon kuat pengganti system perbankan tersebut ? Itulah yang disebut Financial Technology atau Fintech. Ibarat lomba lari, inilah waktunya Islamic Finance untuk memulai di garis start yang sama.

Ketika mulai dikenal di dunia tahun  2008, nilai investasi yang dikumpulkan oleh Fintech di seluruh dunia hanya sekitar US$ 930 juta. Lima tahun kemudian (2013) size-nya sudah mengumpulkan nilai investasi US$ 3 Milyar , dan ketika di usia 10 tahun (2018) – pasar Fintech dunia diperkirakan sudah akan mengumpulkan nilai investasi US$ 8 milyar. Setelah itu Fintech akan mencapai tipping point-nya dan tumbuh eksponential.

Itulah mengapa Negara-negara di dunia yang selama ini menyebut dirinya financial center berebut untuk menjadi Fintech Center. Di Eropa Inggris dan Swiss berebut untuk menjadi Fintech Center, di dunia Islam yang sedang berebut adalah Dubai dan Qatar, dan di ASEAN yang sedang berebut adalah dua negeri jiran kita Singapore dan Malaysia.


Di Amerika tempat kelahiran Fintech itu sendiri sudah mulai bermunculan Fintech-Fintech yang mulai mendisrupt retail banking, salah satunya adalah Lending Club. Peer to peer lending yang ini bisa sangat sukses di Amerika karena system credit rating yang berjalan efektif di negeri itu.

Lantas bagaimana dunia Islam merespond perkembangan di bidang teknologi financial ini ? Ini butuh setidaknya tiga disiplin ilmu sekaligus, yaitu ahli-ahli teknologi, ahli-ahli keuangan dan ahli-ahli fiqih muamalah untuk duduk bareng merumuskan Islamic Fintech yang akan berlari sama kencang atau bahkan lebih kencang dari yang lain.

Pasca Global Islamic Economic Summit di Dubai beberapa waktu lalu – dimana kami menjadi satu dari lima perusahaan di dunia yang ikut mendapatkan Innovation 4 Impact Award dari dunia Islam, kami terlibat dalam membicarakan peluang Islamic Fintech ini dengan sejumlah pihak dari multi discipline tersebut dari berbagai Negara.

Salah satu contoh yang menjadi diskusi adalah kisah suksesnya Lending Club tersebut di atas. Kesuksesan Lending Club  di negeri Paman Sam tidak terlepas dari efektifnya system credit rating di negeri itu, bahkan di beberapa Negara bagian tertentu Lending Club juga belum bisa efektif bila credit ratingnya belum reliable.

Lantas bagaimana mengembangkan peer to peer lending di negara-negara Islam yang rata-ratanya belum menggunakan credit rating yang efektif ? dari kajian di masalah ini, ternyata kami menemukan system bahkan yang lebih baik dari credit rating – yang dahulu ada di dunia Islam, yaitu system kafalah.

Kafalah atau jaminan pihak ketiga ini, bisa jauh lebih efektif dan lebih aman bagi pemberi pinjaman karena selain yang dipinjami harus mampu bayar – dia juga diback-up oleh pihak ketiga yang mampu menalanginya bila si peminjam gagal.

Idealnya muslim saling bersedia menjamin satu sama lain, tetapi karena tradisi yang sangat baik ini sudah menghilang dari dunia muslim itu sendiri – karena larut dengan system ekonomi kapitalisme atau lainnya – maka perlu kerja ekstra untuk menggali kembali tradisi yang sudah terkubur sejak beberapa abad lalu itu.

Bagaimana kita bisa menghidupkannya kembali ? itulah perlunya tiga discipline ilmu tersebut di atas, teknologi, finance dan fiqih muamalah. Berikut contoh kasus dan solusinya.

Kalau saudara Anda mau buat pabrik senilai 1 milyar misalnya, dia akan lebih mudah mencari pinjaman modal ini – bila Ada yang menjamin di angka 1 milyar tersebut. Maukah Anda menjaminnya ?

Kalau toh Anda mau menjaminnya, pertama akan sangat berat bagi Anda menalangi pinjamannya bila dia gagal bayar. Kedua (calon) pemberi pinjaman mungkin juga akan sulit menerima Anda sebagai penjaminnya – sebelum menyalurkan pinjaman ke suadara Anda.

Bisakah jaminan Anda diperkecil dan calon pemberi pinjaman lebih bisa menerima jaminan tersebut ? Bisa, bila Anda ajak-ajak 1000- orang jamaah Anda untuk ikut menjamin saudara Anda tersebut. Artinya masing-masing jamaah hanya perlu menjamin 1 juta, jauh lebih ringan dari menjamin Rp 1 Milyar.

Masalahnya adalah bagaimana mengumpulkan 1,000 orang ini agar mau menjamin satu orang yang akan memerlukan pinjaman ? Teman-teman di asuransi sudah punya keahliannya di bidang ini, mereka sudah terbiasa mengelola apa yang disebut law of large numbers – hukum bilangan besar.

Perusahaan asuransi bisa mengelola resiko gagal bayar sejumlah besar orang dalam satu produk yang disebut guarantee – untuk membedakan dengan yang konvensional berbasis riba – kita sebut saja Sharia Guarantee (SG).

SG ini menjadi taawun – system tolong menolong – bila ada saudara kita yang gagal usahanya sehingga tidak berhasil membayar hutangnya, hutangnya dipikul rame-rame oleh seluruh peserta taawun SG.

Mirip dengan apa yang disebut Aqilah di jaman Umar bin Khattab, ketika para mujahid saat itu saling menjamin satu sama lain. Bila ada yang sahid dalam perjuangan, keluarganya ada yang ngurusi. Bila ada yang ditawan musuh, seluruh pihak yang terlibat dalam aqilah ikut iuran untuk menebusnya dlsb.

Sampai disini masih konvensional, sehingga belum layak disebut Fintech. Perusahaan asuransi banyak yang memiliki produk dari kategori Guarantee ini, tetapi hingga kini belum menjadi produk unggulan mereka. Bahkan Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) telah mengeluarkan dasar hukum untuk produk sejenis yang berbasis syariah dengan fatwa yang disebut Kafalah bil Ujroh, lagi-lagi baru perbankan yang sudah memanfaatkannya.

Lantas bagaimana kita bisa menggerakkan produk SG tersebut di atas menjadi solusi yang terstruktur, systematis dan massif ? Itulah butuhnya technology financial atau Fintech ini !

Dengan cara konvensional, sungguh sulit untuk melakukan assessment yang proper – efisien dan efektif – untuk menilai apakah seseorang itu layak dijamin rame-rame oleh sejumlah besar orang yang lain. Kalau toh bisa dilakukan perlu waktu dan effort yang besar, inilah yang membuat perusahaan asurasni syariah juga masih enggan menggarap potensi ini.

Tetapi di jaman teknologi ini, kita bisa melakukan assessment – yang disebut proses underwriting di dunia asuransi – dengan apa yang disebut coded assessment, assessment yang dilakukan dengan bahasa computer.

Yang paling sederhana dari coded assessment ini adalah mutual rating, si pemberi pinjaman, si penjamin dan si peminjam bisa saling memberikan rating. Dengan demikian orang-orang yang baik akan terkumpul dan dengan mudah saling meminjami dan saling menjamin. Orang-orang yang ratingnya buruk, otomatis tersingkir dari system.

Tetapi mutual rating juga masih punya kelemahan, antara lain sulit membantu pemain baru yang belum memiliki rating. Kedua juga masih bisa diakali oleh sejumlah besar orang yang bekerjasama untuk bermufakat jahat, saling memberi rating yang baik – dengan niat untuk mengelabui pihak lain.

Maka solusi ini bisa ditandem dengan apa yang disebut big-data assessment. Di jaman teknologi ini , orang yang tidak menggunakan teknologi saja bisa dilacak track record-nya melalui orang-orang dekatnya, mitra dagangnya, temannya dlsb. , apalagi orang yang terekpose teknologi – lebih mudah lagi melakukan penarikan big-data-nya.

Untuk mengetahui si fulan layak dijamin dan layak diberi pinjaman, teknologi akan bisa melakukan dengan sangat cepat dan murah. Tetapi secanggih-canggih teknologi juga tidak sempurna, tetap akan ada yang ngemplang dari membayar hutang baik karena kegagalan yang genuine – usahanya memang gagal, maupun karena fraud. Bagaimana mengatasinya ?

Itulah gunanya system taawun SG tersebut di atas. Produk ini bisa menjadi  last resort untuk memproteksi si pemberi pinjaman dari kegagalan si peminjam tersebut. Biaya ‘iuran’ dari taawun tergantung dengan tinggi rendahnya risiko gagal bayar dari kumunitas peserta taawun secara keseluruhan.

Misalnya bila dari setiap 1,000 orang peserta taawun, rata-rata gagal bayar 25 orang, maka iurannya kurang lebih 3 % dari nilai plafon pinjaman. Yang 2.5 % untuk menanggung resiko, dan yang 0.5 % untuk ujroh atau fee pengelola taawun – maka fatwanya yang sesuai adalah adalah Fatwa Kafalah bil Ujroh.

Teknologi big-data juga akan memungkinankan untuk membuat ongkos penjaminan tersebut dilakukan secara dinamis dan customized, tidak semua orang membayar biaya yang sama – karena masing-masing orang memiliki karakter resiko yang berbeda.

Yang track recordnya baik, yang mutual ratingnya baik – bisa membayar dengan lebih murah ongkos resikonya dibandingkan dengan yang belum memiliki track record atau recordnya buruk dlsb.

Maka inilah kedasyatan peluang di Islamic Financial Technlogy bila kita bisa menggabungkan setidaknya tiga discipline ilmu tersebut di atas yaitu technology, finance dan fiqih muamalah. Kalau produk ini bisa lahir di Indonesia, insyaAllah kita bisa memimpin di bidang ini untuk seluruh dunia Islam.

Tetapi kita harus berlari kencang dan  peraturan kita juga harus kondusif, karena dua negeri jiran sudah berlomba untuk menggarap solusi Fintech ini dan di dunia Islam nun jauh di sana Dubai dan Qatar juga sedang berebut. Kita harus bisa menjadi pemain utama, bukan pemain cadangan apalagi penonton – kita harus bisa bergerak cepat, karena kita punya modal utama yaitu pasar internal umat Islam yang sangat besar.

Bila Anda memiliki latar belakang yang sesuai dan berminat untuk mengepksplorasi peluang di bidang Islamic Financial Technology ini, silahkan hubungi kami di : ceo@iou.ae atau menu kontak situs ini. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERGERAKAN HARGA DINAR EMAS 24 JAM

Mengenal Dinar dan Dirham
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW,”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association(LBMA).
Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Copas dari Buku "Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham " oleh : Muhaimin Iqbal