Ecokonomi Yang (Tidak Kunjung) Hijau
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Hari ini sampai sebelas hari kedepan para pemimpin dunia berkumpul di Le Bourget pinggiran kota Paris untuk apa yang mereka sebut United Nations Conference On Climate Change. Pertemuan ini juga disebut COP21, pertemuan ke 21 sejak para pihak (Conference of Parties) bertemu tahun 1992. Namun dengan begitu banyaknya para pemimpin dunia bertemu untuk membicarakan perubahan iklim, apakah sudah ada perbaikan ? Nampaknya bukan perbaikan yang mereka buat tetapi justru sebaliknya, pembusukan lingkungan.
Bukan saya yang menilai, tetapi inilah kesimpulan yang bisa kita ambil bila kita pelajari data dari EDGAR (Emission Database for Global Atmospheric Research) yang merupakan joint research center-nya European Community.
Bila emisi CO2 yang selama ini jadi ukuran perubahan iklim, maka dunia gagal total dalam mengelola perubahan iklim ini. Tahun 1990 atau dua tahun sebelum para pihak yang berkompeten mulai bertemu, emisi CO2 dunia berada pada kisaran 22.7 juta kilo ton. Data terakhir tahun 2013, angka ini naik 56 % menjadi 35.3 juta kilo ton.
Negara-negara di dunia pada umumnya masih menunjukkan trend naik termasuk Amerika Serikat yang naik 6 % dari 4.99 juta kilo ton menjadi 5.30 juta kilo ton. China bahkan naik empat kalinya dari 2.47 juta kilo ton menjadi 10.28 juta kilo ton. China sendiri mewakili sekitar 29 % emisi CO2 dunia.
Indonesia termasuk yang naik significant dari 158 ribu kilo ton menjadi lebih dari tiga kalinya 487 ribu kilo ton, tetapi kontribusi Indonesia pada emisi CO2 dunia hanya sekitar 1.4 %. Hanya beberapa negera saja di dunia yang berhasil menurunkan emisinya dalam dua dasawarsa terakhir, yaitu seperti Jerman yang turun sekitar 17% dari 1.02 juta kiloton (1990) menjadi 0.83 juta kiloton (2013). Juga Inggris yang turun sekitar 19 % dari 0.59 juta kilo ton menjadi 0.48 juta kilo ton pada periode yang sama.
Terlepas bahwa objectivitas data ini masih bisa diperdebatkan karena dikeluarkan oleh lembaganya European Community – karuan saja hanya beberapa negara mereka yang mendapatkan rapor hijau, sementara yang lain merah semua. Tetapi karena negeri-negeri lain umumnya tidak memiliki data yang sekomplit mereka, maka kita gunakan saja data ini untuk menjadi bahan introspeksi bahwa dunia telah gagal mengelola perubahan iklim.
Lantas bagaimana kedepannya agar dua dasawarsa kedepan dunia tidak OMDO (omong doang ) terhadap perubahan iklim ini tetapi bener-bener berbuat yang semestinya ? Kalau pertanyaan ini ditanya ke saya, maka jawabannya jelas, ini waktunya kita untuk kembali mengikuti petunjukNya (QS 30:41).
Mengapa ini jalan satu-satunya untuk perbaikan dunia ? data EDGAR tersebut diatas adalah jawabannya. Setelah lebih dari dua dasawarsa para pemimpin dunia berkumpul dan berbicara, mereka gagal melakukan perbaikan. Yang terjadi malah pembusukan iklim menurut standar yang mereka gunakan sendiri yaitu emisi CO2.
Tetapi kita tentu juga tidak cukup hanya bicara ayat yang memerintahkan kita kembali ke jalanNya, kita juga harus bisa merumuskannya kedalam tataran amal saleh yang nyata yang bisa memperbaiki bumi ini. PetunjukNya adalah panglima, sedangkan prajurit yang digerakkan untuk melakasanakannya di lapangan bisa segala macam kekuatan yang ada – salah satunya ya kekuatan ekonomi yang kita sebut ekonomi hijau atau ekonomi berkelanjutan – sustainable economy.
Seperti apa konkritnya ? Salah satu yang bisa dilakukan secara konkrit oleh seluruh pihak yang berkompeten di negeri ini misalnya adalah seperti pada peta radar berikut. Kita petakan bidang-bidang yang perlu perbaikan secara krusial seprti pertanian, pengelolaan air, pengelolaan sampah, energi, industri dan transportasi.
Dipetakan kondisinya saat ini, kemudian dibuat target pencapaian untuk 5 tahun kedepan, 10 tahun, 15 tahun dan seterusnya. Dibuat peta ini transparan, dan dibuat jelas siapa-siapa yang accountable untuk masing-masing bidang. Selain pemerintah tentu saja, dilibatkan masyarakat, industri dan kalangan perguruan tinggi/riset.
Dengan action yang jelas dan penilaian yang objective, kita semua akan bisa melakukan muhasabah – apakah kita telah berbuat memakmurkan bumi dari waktu ke waktu seperti amanah yang diberikan ke kita (QS 11:61) atau malah kita merusaknya. Ekonomi kita mestinya bisa semakin hijau, bukan kelabu seperti warna asap atau bahkan merah seperti bara abi yan g membakar hutan-hutan kita. InsyaAllah kita bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar