Waste To Wealth
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Ada peluang usaha yang sangat besar yang nilainya di dunia mencapai US$ 4.5 trilyun sampai tahun 2030 bila kita bisa merubah waste to wealth. Waste ini bisa berarti limbah atau sampah, bisa berarti pemborosan asset/resources, bisa berarti idle capacity maupun waste dalam arti menyia-nyiakan opportunity. Khusus waste yang berupa sampah ini juga berarti sekali merangkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, sambil mengatasi sampah kita membangun kemakmuran dan mengentaskan kemiskinan.
Ketika Allah memerintahkan kita untuk memberikan harta kepada kaum kerabat, kaum miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan/perjuangan – perintah ini disertai dengan larangan pemborosan harta. Bahkan pemborosan harta juga dianggap saudara-saudara syaitan (QS 17 : 26-27).
Maka saya akan focus pada penanganan limbah atau sampah tersebut di atas, bagaimana kita bisa merubah masalah sampah atau limbah yang memusingkan para pengelola kota, kompleks, industri sampai rumah tangga – menjadi bahan bakar untuk membangun kemakmuran. Bagaimana caranya ?
First thing first, yang pertama perlu dirubah adalah persepsi kita tentang sampah itu sendiri. Selama kita melihat sampah hanyalah liability yang harus dibuang atau dilemparkan ke orang lain – maka kita akan sulit untuk melakukan perubahan, karena kemanapun yang kita lihat hanyalah beban.
Tetapi ketika kita bisa melihat sampah sebagai bahan baku awal, kilometer nol dari suatu perjalanan panjang menuju suatu produk yang sangat berguna – maka ini akan mendorong kita mencari potensi-potensi ‘sampah’ yang bisa ditingkatkan nilainya.
Proses peningkatan nilai atau value creation ini bila dirangkaikan sampai produk akhir yang bisa dinikmati oleh konsumen disebut value chain – yaitu rangkain dari sejumlah tahapan proses yang di setiap tahapnya terjadi peningkatan nilai atau value creation.
Saya coba beri contoh bagaimana limbah atau sampah bisa kita ubah menjadi bahan bakar yang sangat kita butuhkan – menggantikan sebagian dari bahan bakar yang akan segera habis yaitu fossil fuel, maka value chain-nya kurang lebih seperti ilustrasi berikut.
Ketika sampah ini dikirim ke unit pengolahan – sesuai dengan karakter masing-masing, maka sejumlah proses bisa dilakukan untuk merubah sampah ini menjadi produk yang lebih bernilai. Ketika dipress atau dicacah saja, dia sudah bisa menjadi biomass chips – bahan bakar yang sudah bernilai tinggi.
Bisa pula dilakukan peletisasi untuk menambahkan nilainya lagi, khususnya pellet limbah kayu dan pertanian sekarang diburu negara-negara maju karena mereka berusaha mencari bahan bakar yang carbon neutral. Bahkan negara-negara tersebut bersedia memberikan subsidi untuk bahan bakar dari pellet biomassa ini.
Peningkatan nilai lebih tinggi lagi ketika sampah tersebut diproses dengan teknologi pyrolysis, gasification, liquefaction dst – karena output dari proses ini bisa berupa gas yang dipakai langsung untuk pemanas dan pembangkit listrik, bahkan juga bahan bakar cair untuk mobil, pesawat, kapal dan perbagai mesin yang membutuhkan bahan bakar cair.
Peningkatan nilai akan berlanjut ketika produk-produk yang dihasilkan dari sampah tersebut ketemu pasar atau penggunanya yang sesuai. Hampir setiap jenis industri, komersial maupun rumah tangga – dapat meng-create value-nya sendiri-sendiri dari penggunaan produk yang berasal dari sampah atau limbah ini.
Sebagai contoh saya mengenal baik ada pengelola industri besar yang sangat modern di Jawa Timur yang bisa menekan ongkos bahan bakarnya secara significant karena penggunaan biomass chip untuk bahan bakar utama industrinya. Di lingkungan kita sendiri sudah lebih dari 10 m3 bahan bakar biomasa kita gunakan setiap hari untuk mengolah berbagai hasil kebun kita.
Ketika beban biaya listrik terus meningkat dan bahan bakar cair atau gas akan terus berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat tajam dalam jangka panjang – prediksi 5-10 tahun, mau tidak mau berbagai industri lain pasti akan mengikuti jejak pabrik-pabrik yang saya sebutkan di atas.
Di Bandung warung-warung makan mulai berburu pellet biomassa untuk bahan bakar karena terbukti lebih efisien dari bahan bakar lainnya. Produsen pellet biomassa yang juga saya kenal baik kini kewalahan karena permintaan dari kota-kota lain terus meningkat. Tinggal masalah waktu saja sebelum rumah tangga juga akan melirik pellet biomassa untuk bahan bakarnya, karena sejumlah daerah sudah mengeluhkan ketersediaan gas 3 kg.
Penggunaan energy limbah atau sampah biomassa sudah bukan lagi teori – it is happening now ! Namun karena energy dari sampah ini relative baru bagi masyarakat kluas, dibutuhkan heavy servicing kepada para penggunanya – maka servicing inipun juga menjadi bagian dari value chain itu sendiri.
Masyarakat perlu dididik, dilatih, didampingi, dilayani sampai dibantu mengatasi problem-problemnya ketika mereka mau melalui proses transisi dari segala kemapanan dan kemudahan penggunaan energy fossil sebelumnya menuju penggunaan energy baru dan terbarukan yang awalnya tentu cukup challenging.
Secara keseluruhan Biofuels Value Chain yang akan merubah Waste to Wealth tersebut di atas, memang akan menjadi peluang dari masyarakat luas yang mau terlibat didalamnya sesuai dengan kompetensi dan passion masing-masing. Early adopter tentu akan memiliki peluang lebih dibandingkan yang belakangan bergabung menyusul dalam gerbong value chain ini.
Bisa menjadi peluang para pemulung modern nan visioner, bisa menjadi peluang para enginer cerdas, peluang para marketers maupun peluang para aktivis social yang mau terjun kemasyarakat untuk terlibat dalam edukasi dan pendampingannya.
Yang paling kami butuhkan saat ini adalah enginer yang sangat menguasai machining untuk membuat mesin pengolah sampah yang tepat guna, mesin pengolah sampah berbahan bakar sampah dan outputnya adalah biofuels. Mesin-mesin ini diperlukan agar value chain tersebut di atas bisa di-expand secara mudah dan cepat.
Anda yang berminat dan yakin bisa berkontribusi dalam rangkaian Waste to Wealth – Biofuels Value Chain ini, dapat menghubungi kami di : ceo@iou.id dengan menyertakan CV /latar belakang dan visinya dalam maksimal dua lembar tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar