Food, Feed and Fuel
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Tiga kebutuhan pokok ini mestinya menjadi peluang keunggulan kita dalam memproduksinya yaitu pangan (food), pakan (feed) dan bahan bakar (fuel). Mengapa demikian ? Ketiganya membutuhkan air dan sinar matahari yang banyak untuk proses produksinya. Dalam hal kombinasi ketersediaan air dan matahari ini, tidak ada negeri besar di dunia yang lebih baik dari kita. Maka mengapa kita belum menjadi produsen terbesar dalam tiga hal tersebut ? Saatnya kita menguasai betul (mastering) hal-hal ini agar negeri yang diberi kekayaan melimpah ini bisa bener-bener unggul.
Bahwasanya proses pertumbuhan food membutuhkan air dan sinar matahari yang melimpah, dijelaskan Allah antara lain melalui surat An-Naba ayat 13-15 dan ‘Abasa ayat 25. Demikian juga feed, ada di rangkaian surat ‘Abasa yang sama, ayat 31-32 dan surat An-Nahl ayat 10-11.
Adapun untuk fuel atau bahan bakar, itu dari pohon yang hijau dan tentu pertumbuhannya membutuhkan air dan matahari dijelaskan Allah melalui surat Yaasin ayat 80 dan Surat Al-Waqi’ah ayat 71-73.
Bila prasyarat pertumbuhan seluruh bahan pangan, pakan dan energi itu adalah ketersediaan air yang melimpah dan sinar matahari yang terus tersedia sepanjang tahun, bukankah negeri yang memiliki keduanya yang seharusnya unggul ? bila itu belum tercapai, bukankah ini peluang untuk mewujudkannya ?
Dalam hal ketersediaan air melalui hujan misalnya, tidak ada negeri besar yang memiliki lebih dari Indonesia. China curah hujannya 2,000 mm per tahun tetapi itu di daerah tenggara China saja, di daerah lain terutama daerah utara yang disebut Qaidam Basin – nyaris tidak mendapatkan hujan sama sekali karena hanya sekitar 10 mm per tahun !
India curah hujannya hanya 1,083 mm/tahun, Amerika Serikat hanya di kisaran 715 mm/tahun. Dan berapa kita punya ? kita adalah satu-satunya negara besar yang memiliki hujan tinggi, yaitu di kisaran 2,702 mm/tahun. Brazil-pun yang mirip dengan kita, dilalui khatulistiwa dan penduduknya hampir sama dengan kita dengan luas daratannya yang jauh lebih besar dari kita – curah hujannya hanya sekitar 1,782 mm/tahun.
Disamping curah hujan yang lebih dari cukup, Indonesia juga terus mendapatkan intensitas penyinaran matahari yang stabil sepanjang tahun – jadi dua syarat utama pertumbuhan yaitu ketersediaan air dan adanya sinar matahari untuk proses photosintesa tersedia lengkap di negeri ini.
Seluruh pepohonan kita terus mengalami pertumbuhan sepanjang tahun, dalam usia kehidupannya – pohon kita hanya mengalami dua hal yaitu tumbuh cepat di musim hujan dan tumbuh sedikit lambat di musim kemarau. Ini yang kemudian bisa diceritakan oleh pohon-pohon tersebut ketika dia ditebang dan di potong batangnya secara melintang – kita akan bisa membaca usia dan perjalanan kehidupannya lewat apa yang disebut lingkaran tahun pada batang pohon tersebut.
Pohon-pohon di negeri empat musim tidak mengalami kesempatan tumbuh sebaik pohon negeri tropis yang banyak hujannya seperti kita. Praktis pertumbuhan terbaiknya hanya dialami selama 3 bulan di musim panas ketika matahari bersinar terang, dimusim gugur pohon-pohon mereka mulai mengurangi aktivitas pertumbuhannya, musim dingin berhenti total pertumbuhannya dan baru mulai beraktivitas lagi di musim semi.
Dengan modal hujan yang lebih dari cukup dan matahari sepanjang tahun, mestinya kita bisa menumbuhkan tanaman apa saja secara jauh lebih baik dari negeri-negeri lain. Mengapa yang terjadi malah sebaliknya ? kita menjadi pengimpor bahan pangan berupa gula terbesar di dunia 2016 – padahal tebunya tumbuh subur di negeri ini ! impor bahan pangan lain seperti kedelai dan gandum kita juga salah satu top of the list.
Dalam hal produk ternak berupa daging dan susu, pakannya mestinya juga melimpah di negeri ini karena rumput dan tanaman pakan ternak lainnya tumbuh sepanjang tahun. Kenyataannya kita tidak bisa menurunkan harga daging dan tidak bisa mengerem impor susu – dengan alasan feed trap atau jebakan pakan, kita tidak mampu memproduksi pakan ternak yang bersaing dengan negeri tetangga di selatan kita karena biaya pakan ternak kita yang konon mahal.
Dugaan saya kita sebenarnya bukan terjebak dalam feed trap – jebakan pakan, tetapi kita terjebak dalam trade trap – jebakan dagang. Kita terjebak untuk melanggengkan impor karena berbagai kepentingan yang ada secara interal maupun eksternal, kita terjebak untuk terus menjadi pasarnya dan bukan menjadi pemasarnya.
Di bidang energi terbarukan yang sumbernya lagi-lagi dari tanaman seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas, kita juga jauh ketinggalan dari negeri yang lain.
Bila China yang sebagian negerinya tidak mendapatkan hujan-pun bisa me-lead dunia dengan kapasitas listrik dengan energi terbarukan sebesar lebih dari 1.4 juta GWh, Amerika yang empat musim mampu memproduksi sekitar 600 ribu GWh, Brazil 400 ribu GWh, India 213 ribu GWh, berapa kita produksi listrik dari energi terbarukan ini di Indonesia ? Kita hanya di urutan 30 dengan produksi di kisaran 22 ribu GWh.
Namun ini semua bukan salah siapa-siapa, tetapi salah kita semua. Kita yang hidup di negeri dengan kelimpahan air hujan yang banyak tetapi mempersepsikan sebagai sumber bencana banjir dan tanah longsor, bukan menjadi peluang untuk meningkatkan produksi tanaman-tanaman apa saja baik untuk food, feed maupun fuel.
Kita diberi sinar matahari yang banyak, bukan mengolahnya – tetapi malah menghindarinya dengan memboroskan energi secara luar biasa untuk mendinginkan rumah kita, kantor kita, kendaraan kita sampai juga makanan-makanan kita.
Intinya focus kita pada food, feed dan fuel baru sebatas to consume dan belum pada upaya untuk mem-produce, minimal untuk kebutuhan sendiri dan lebih baik lagi kalau kita bisa membajiri dunia dengan food, feed dan fuel produksi kita.
Maka ini menjadi tantangan untuk generasi milenial yang terlahir di negeri dengan kelimpahan hujan dan matahari sepanjang tahun ini, dan menjadi tugas bagi generasi yang mulai uzhur untuk menitipkan pesan, menanamkan fondasi dan membalik arah – agar generasi berikutnya tidak berbuat kesalahan sebagaimana kesalahan yang kita buat.
Waktunya kita berbuat dan berproduksi, bukan hanya sibuk mensubsidi dan mengkonsumsi. Food, feed dan fuel bisa menjadi surplus factors bagi negeri ini, manakala kita memproduksi lebih dari yang kita butuhkan. Saat ini masih menjadi deficit factors karena kita mengkonsumsi lebih dari yang kita produksi. Waktunya kita mastering in food, feed and fuel, we have all necessary resources to do it – Alhamdulillah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar