Api Dari Kayu Yang Hijau
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Sepenggal ayat yang tidak habis untuk terus digali sepanjang jaman itu antara lain ada di surat Yaasiin ayat 80 yang berbunyi “…Alladzi ja’alalakum minas syajaril akhdhori naara...” yang artinya “…Dia yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau...”. Kalau saja sepenggal ayat ini terus ditadaburi dan diamalkan, umat ini pasti punya solusi untuk menghadapi krisis energy yang dari waktu ke waktu muncul berulang dalam peradaban manusia.
Seperti peradaban modern pada jamannya, Inggris pernah mengalami krisis energy selama kurang lebih serratus tahun antara 1450-1550 ketika kayu bakar habis ditebang sebelum akhirnya ditemukan batu bara yang kemudian menjadi sumber energy pengganti kayu bakar.
Baik kayu bakar maupun batu bara, keduanya masuk dalam pengertian ‘…api dari kayu yang hijau…”. Hanya saja bedanya kalau kayu bakar berasal dari pohon yang hijau saat ini kemudian digunakan sebagai api/energy saat ini, sedangkan batu bara berasal dari kayu yang hijau jutaan tahun lalu yang telah menjadi fossil.
Beberapa abad terakhir, peradaban manusia begitu tergantung pada bahan bakar fossil ini baik yang berupa batu bara maupun yang berasal dari minyak bumi. Keduanya disebut non-renewable karena proses pengadaannya perlu waktu yang amat sangat panjang sampai jutaan tahun tersebut.
Maka tafsir dari ayat tersebut di atas akan kembali kepada asalnya, yaitu ‘…api dari kayu yang hijau…’ akan berarti harfiah lagi, yaitu api atau energy yang dihasilkan dari kayu atau pohon yang ditanam dan dipanen saat ini dan digunakan saat ini juga.
Kekinian poduksi dan pemanfaatannya itu sepertinya hendak ditekankan oleh Allah melalui ungkapan ‘…api dari kayu yang hijau…’ tersebut di atas, karena setahu kita pada umumnya kayu kering – yang warnanya bukan lagi hijau - yang menghasilkan api. Tetapi tidak, Allah Yang Maha Tahu menyebutnya dari ‘…kayu yang hijau…’. Apa sekiranya maknanya ?
Ibnu Kathir menafsirkan ayat tersebut dengan menyebutkan dua jenis tanaman yang ada di negeri Hijaz, yaitu Al-Markh dan Al-‘Afar – yang bila kedua ranting dari pohon-pohon ini digesekkan akan langsung bisa memancarkan api. Tentu ini juga benar karena sumbernya sangat kuat, Ibnu Kathir mengambilnya dari pendapat Ibnu ‘Abbas.
Al-Markh adalah tanaman semak yang dalam penamaan umum disebut Leptadenia Pyrotechnica – yang artinya fire-making !, sedangkan Al-‘Afar adalah tanaman pohon yang disebut secara umum Arbouse.
Tetapi ayat tersebut tentu juga berlaku untuk kita yang hidup di jaman ini dan di negeri ini yang tidak memiliki Al-Markh dan Al-‘Afar, lantas apa maknanya ‘…api dari kayu yang hijau …’ untuk kita ?
Kita bisa menggunakan maknanya yang umum – ya semua pohon hijau, semua jenis tanaman – dapat menghasilkan api. Bisa jadi tidak semua semaksimal Al-Markh dan Al-‘Afar, tetapi semuanya bisa menghasilkan api atau bahasa kita sekarang adalah energy.
Dengan ilmu pengetahuan sekarang hal ini terbukti, bahwa selepas era bahan bakar fossil kita akan kembali ke energy biomassa. Yaitu semua yang tumbuh mengasilkan biomassa ini, dan teknologi jaman ini telah memungkinkan untuk memproduksi energy dalam bentuk apapun yang berasal dari ‘…kayu yang hijau…’ tersebut di atas.
Sebagian sudah ekonomis untuk dilakukan, sebagian lagi belum. Tetapi ini hanylah masalah waktu saja, ketika manusia masih bisa memperoleh energy yang murah lewat fossil – tidak peduli dia akan segera habis dan tidak peduli dia mencemari lingkungan – orang tetap akan memilih yang murah ini, selagi dia ada.
Tetapi pada waktunya ketika yang murah ini tidak lagi ada di sekitar kita, kita akan terpaksa menggunakan apa saja yang ada – dan yang tadinya dipandang tidak ekonomis, menjadi dia ekonomis karena tidak lagi ada pembandingnya. Maka sebelum kepepet kita dalam situasi ini, kinilah waktunya umat ini untuk mampu meng-eksplorasi secara maksimal makna dari “…api dari kayu yang hijau tersebut…” di atas.
Bahkan pengertian ‘…syajaril akhdhor..’ juga tidak terbatas kayunya, bisa juga segala sesuatu yang berasal dari ‘kayu yang hijau’ tersebut. Bisa buah, bisa batang/kayu, bisa akar/umbi, bisa daun…semuanya yang dihasilkan dari proses tumbuhnya kayu atau pohon.
Ini senada dengan ketika Allah menyebut “…syajaratim mubaarakah…” atau “…pohon yang diberkahi…”, yang disebut ini adalah pohon zaitun. Dahulu orang mengmabil keberkahannya dari buahnya yang dibuat minyak zaitun – untuk segala keperluan. Kini kita sudah bisa mengambil manfaat dari daunnya untuk obat segala macam penyakit yang disebut Olive Leaves Extract (OLE), pada waktunya bisa saja hal yang sama dilakukan dari pohon, akar dlsb.
Bahan bakar cair dengan teknologi yang lebih maju lagi juga bisa dihasilkan dari kayu atau pohon – baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung misalnya dengan proses fast pyrolysis, biomassa dari kayu dlsb. dipanaskan dengan suhu tinggi akan langsung menghasilkan bio-oil yang sudah mirip dengan crude-oil hasil tambang. Selanjutnya melalui proses bio-refinery dia bisa diproses menjadi liquid fuel yang kita butuhkan.
Bisa juga dilakukan secara tidak langsung, yaitu dari kayu dipanaskan dengan supply oksigen terbatas, dia akan menghasilkan gas yang disebut syngas. Dengan tekanan dan suhu tertentu syngas diproses menjadi methanol, dan dari yang terakhir ini dia bisa ditingkatkan lagi menjadi high-octane gasoline – bahan bakar cair ber-oktan tinggi.
Energi listrik lebih mudah lagi menghasilkannya menggunakan bahan bakar biomassa, bisa melalui pembakaran langsung untuk memanaskan air/uap dan menggerakkan turbine listrik, atau melalui bahan bakar gas maupun cair yang telah melalui berbagai proses tersebut di atas.
Pendek kata di jaman teknologi ini, sudah tidak ada lagi masalah teknologi untuk memperoleh api/energy dari ‘kayu yang hijau’, hanya masalahnya tinggal pilihan kita. Selagi ada yang murah bisa saja kita pilih fossil fuel yang murah, tetapi kita tetap harus siap bila fossil fuel itu akan habis pada waktunya – yaitu suatu waktu yang saya sebut after oil, jaman ketika fossil fuel yang murah ini tidak ada lagi !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar