Dari BBM ke BBF - Biomass-Based Fuel
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Bahwasanya solusi bahan bakar itu dari tanaman mungkin tidak langsung tertangkap oleh kita, tetapi memang demikianlah kebenarannya sepanjang jaman. Ketika orang masih jalan kaki dan naik kuda, dia butuh suluh api dari kayu untuk menerangi jalan di malam hari. Awal adanya kereta api, bahan bakarnya menggunakan kayu untuk menghasilkan uap yang menggerakkan mesin kereta. Di Perang Dunia II banyak mobil menggunakan kayu pula dengan proses gasifikasi untuk menggerakkan mesinnya. Di jaman ini orang menggunakan tanaman dari jutaan tahun silam yang telah menjadi fossil untuk Bahan Bakar Minyak atau BBM.
Maka bila Bahan Bakar Minyak atau BBM itu akan habis dalam sepuluh tahun mendatang, kita juga harus siap kembali menggunakan kayu dan hasil tanaman lainnya untuk bahan bakar – yang saya sebut Biomass-Based Fuel atau BBF. Isyarat kita akan selalu membutuhkan kayu atau hasil tanaman sebagai energi ini terungkap dalam tiga ayat yang terangkai berikut :
“Maka pernahkan kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan ? kamukah yang menumbuhkan pohonnya atau Kami yang menumbuhkannya ? Kami menjadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi orang yang melakukan perjalanan (musafir)” (QS 56 : 71-73)
Tetapi bagi kita yang hidup di awal millennium ke 3 ini, pasti sulit membayangkan kembali bahwa mobil-mobil kita bahkan juga pesawat terbang kelak akan menggunakan bahan bakar yang asalnya kembali dari kayu dan tanaman lainnya. Era ini yang saya perkenalkan sebagai era After Oil, yang kedatangannya hampir pasti terjadi dalam rentang satu dasawarsa ke depan – bila kita tidak ketemu sumber minyak baru di dasawarsa ini.
Sepuluh tahun bukan waktu yang lama, tetapi insyaAllah cukup bagi kita untuk menghasilkan teknologi baru untuk mengolah kayu dan hasil tanaman menjadi bahan bakar seperti yang kita kenal saat ini, hanya bukan lagi BBM tetapi BBF.
Saya memilih kayu dan hasil tanaman – atau secara umum kita sebut biomassa – karena biomassa inilah yang paling banyak dihasilkan di tanah tropis yang memiliki matahari dan air cukup untuk tumbuhnya segala jenis tanaman dan hewan ini. Inilah resources yang melimpah di negeri ini tetapi bisa jadi langka di negeri lain, sama halnya dengan minyak – yang melimpah di negeri Arab tetapi langka di negeri ini.
Ada tiga tahap – yang semuanya sudah proven bisa dilakukan sekarang-pun - untuk memproses biomassa menjadi bahan bakar cair untuk kendaraan dan lain sebagainya yang selama ini membuthkan BBM dan setiap saat bisa digantikan oleh BBF. Dalam rentang sepuluh tahun mendatang yang diperlukan adalah tinggal meningkatkan efisiensi konversi energinya, dan menekan biaya prosesnya – sehingga bener-bener menjadi solusi yang secara teknis dapat dipertanggung jawabkan sustainability-nya untuk kelestarian lingkungan, dan secara ekonomi memang feasible.
Tahap pertama adalah merubah biomassa menjadi synthetic gas atau syngas, prosesnya disebut gasifikasi. Ini adalah teknologi lama yang sudah dikenal dan banyak diaplikasikan di abad lalu, yang kini banyak mulai digali kembali. Teknologinya sederhana dan bahkan banyak bisa dibuat secara DIY (Do It Yourself).
Hanya saja hasilnya berupa syngas (CO dan H2) yang berkarakter bulky (perlu banyak tempat) dan Low Calorific Value (LCV) – menyimpan nilai energy yang tidak terlalu besar untuk setiap satuan volume. Maka sysngas idealnya dipakai ditempat dia diproduksi, jadi tidak terbayang bukan kalau mobil-mobil sekarang atau bahkan pesawat terbang mengggunakan syngas ?
Tahap kedua adalah mengkonversi syngas menjadi methanol. Syngas yang berupa campuran carbon monoksida (CO) dan hydrogen(H2), bisa dirubah menjadi Methanol (CH3OH) yang sudah berupa cairan melalui proses yang melibatkan tekanan tinggi ( 50 – 100 atm) dan juga suhu tinggi (250-300 derajat celcius).
Namun meskipun sudah lebih praktis karena sudah berupa cairan yang lebih transportable, methanol ini juga belum cukup untuk menggantikan BBM yang kita biasa gunakan selama ini. Nilai energy yang tersimpan di methanol hanya berkisar 4,700 kcal/kg, jauh dibawah BBM kita yang di kisaran 11,000 kcal/kg, jadi kalau menggunakan bahan bakar methanol – kita butuh tangki BBM yang ukurannya lebih dari dua kali tangki sekarang – kalau tidak ingin cepat habis.
Tahap ketiga adalah merubah methanol menjadi bahan bakar yang beroktan tinggi dan menyimpan energy yang besar. Sejumlah teknologi telah dihasilkan orang untuk ini, diantaranya yang dikenal dengan Mobil Process dari Central Research Division of Mobil Research and Development Corporation. Dengan teknologi ini, sebuah kilang di New Zealand bahkan telah menghasilkan 12,500 tones synthetic petroleum per hari.
Jadi teknologi untuk menghasilkan BBF dari kayu bakar atau biomassa itu bener-bener ada bahkan untuk saat ini. Memang bisa jadi masih mahal, dan konversi energynya juga belum maksimal – baru di kisaran 28% - sehingga belum dilirik orang ketika fossil fuel masih ada. Tetapi bayangkan dalam sepuluh tahun mendatang ketika fossil fuel tidak lagi tersisa, saat itu kita belum tentu punya pilihan lain.
Maka mumpung masih ada waktu sekitar 10 tahun, mengapa tidak kita dalami teknologi-teknologi ini. Bahkan mungkin juga bisa kita perbaiki, baik dari sisi efisiensi konversi energy maupun biaya produksinya. Sangat bisa jadi ini akan menjadi salah satu pilihan kita dari pilihan lain yang tidak banyak atau bahkan tidak ada. Lets talk bila Anda ada competency dan passion di bidang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar