Blockchain Initiative For Agriculture
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Beberapa waktu lalu kita dikagetkan dengan berita bahwa sertifikasi makanan halal akan segera menjadi domain pemerintah. Bukan barang baru sebenarnya karena UU-nya-pun sudah terbit sejak tahun 2014, yaitu UU no 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) – hanya saja saat itu kita tidak ‘ngeh’ bahwa yang ngelola itu akan dibawah Pemerintah/Kementerian Agama. Bagi petani sebenarnya tidak masalah siapa yang ngelola, tetapi siapa yang siap melayani petani jaman now untuk memproduksi bahan pangan yang bener-bener halalan thoyyiban wa azkaa tho’aam !
Urusan sertifikasi halal ini hanyalah salah satu dari berbagai jenis sertifikasi yang dihadapi para petani ketika mau memasarkan produknya secara luas. Untuk jaminan halal produk daging misalnya selama ini diurusi oleh MUI, dan inipun baru mulai di tingkat penyembelihannya.
Bagaimana kalau daging yang kita beli dari luar itu pakannya adalah tepung darah misalnya (blood meal) – karena tepung darah ini banyak sekali di dunia internasional dipasarkan sebagai sumber protein pada pakan ternak. Ternak yang diberi pakan haram, dia menjadi ternak jalalah – yang hanya halal dagingnya setelah ternak itu minimal diberi pakan sesuai fitrahnya (berupa tanaman tanaman rumput) minimal untuk waktu 40 hari sebelum disembelih.
Jadi kalau kita mau makan daging yang bener-bener halal, mestinya bukan hanya tahu ternaknya disembelih dengan menyebut asma Allah – tetapi kita juga tahu apa pakan dia minimal 40 hari terakhirnya. Sertifikasi halal yang konvensional – dilakukan oleh siapapun – amat sulit memastikan hal ini.
Di sisi lain ada teknologi lanjutan dari internet atau the next internet yang disebut blockchain. Dengan teknologi ini, bukan hanya perjalanan suatu daging bisa diikuti sampai ketika ternaknya baru lahir, sampai disembelih, sampai ke piring kita – tetapi teknologi ini juga memungkinkan melacak bumbu-bumbunya hingga meja makan kita.
Jadi teknologi blockchain akan memungkinkan kita makan di restoran dan di ujung piring ada kertas kecil dengan gambar kotak hitam yang disebut QR Code. Ketika QR Code ini kita foto dengan hp kita dan lacak, maka kita akan bisa melakukan audit cepat – akurat dan terpercaya – dari mana saja perjalanan bahan-bahan yang kita makan ini.
Saat itu yang disebut makanan halal adalah makanan yang bener-bener halal sampai detil sebtiap bahan makanannya yang ada di piring kita. Bukan makanan yang diproduksi oleh restoran yang sekedar pernah mendapat sertifikasi halal, bukan hanya rumah penyembelihan yang sekedar pernah disertifikasi halal dst.
Maka inilah use case – contoh aplikasi teknologi untuk menjabarkan perintah di Al-Qur’an untuk kita makan makanan yang azkaa tho’aam (QS 18:19)– selain harus halalan thoyyiban makanan kita juga harus bener-bener murni makanan – bukan yang tercampur oleh benda-benda yang tidak seharusnya ada di makanan.
Teknologi blockchain yang sebenarnya sederhana saja, umat ini sudah sangat familiar prakteknya – karena blockchain itu mirip dengan ketika kita belajar hadits yaitu ilmu sanad. Hadits yang sahih adalah yang seluruh perawinya semua terpercaya tanpa sedikit-pun keraguan – terlacak hingga sumber awalnya yaitu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam.
Demikianlah blockchain itu, benda yang bergerak – baik yang intrinsic maupun yang tidak – dapat diikuti prosesnya dari awalnya atau yang disebut genesis sampai posisi terakhirnya. Jadi untuk gampangnya memahami – teknologi blockchain itu adalah seperti ilmu sanad yang digunakan untuk implementasi teknologi pada pencatatan transaksi atau pergerakan segala sesuatu yang bernilai bagi kehidupan manusia.
Para ahli blockchain memperkirakan bahwa 7 tahun dari sekarang atau tepatnya tahun 2025, 10 % dari GDP Dunia akan disimpan dan dicatat dalam catatan decentralized ledgers yang disebut blockchain ini. Kalau kita antipati atau sekedar telat saja mendalami dan menggunakan teknologi ini, GDP negara lain yang akan lebih cepat tumbuh ketimbang kita – artinya orang lain cepat makmur sedangkan kita jalan di tempat.
Aplikasinya tentu sangat luas, di bidang pertanian bukan hanya berguna untuk memastikan bahan pangan yang sampai meja makan kita bener-bener halal, tetapi juga bisa untuk memastikan bahan pangan kita organic misalnya.
Bukan hanya itu, ketika kita akan ekspor essential oil misalnya, pembeli ingin tahu exactly minyak ini dari tanaman apa, ditanam oleh siapa dan dimana, disuling dengan cara apa dst. Semua bisa dilakukan dengan efisien dan terpercaya melalui system blockchain.
Ketika saya mau ekspor pellet kayu untuk bahan bakar sebagai contoh lain, pihak pembeli di Eropa mensyaratkan harus adanya serifikasi EN Plus A 1 –nya, walah kok repot banget ya ! Tetapi justru di sinilah peluangnya, kita bisa tawarkan ke lembaga-lembaga sertifikasi global untuk dengan mudah dan murah mensertifikasi produk kita sesuai standar mereka, lagi-lagi menggunakan teknologi blockchain ini. Ketika produk kita tersertifikasi, harganya-pun ikut melonjak.
Lebih dari itu, konsumen suatu produk yang dikelola melalui blockchain juga akan bisa memperoleh keadilan ekonominya. Di setiap titik atau node, jasa atau kerja yang dilakukan node tersebut transparan, demikian pula biaya yang timbul dari pekerjaannya. Sampai di tangan konsumen ketahuan ongkos awalnya dan setiap nilai yang ditambahkan dari setiap titik dalam prosesnya – maka tidak akan ada lagi yang bisa main-main dengan harga.
Bagi pemerintah, teknologi ini bukan hanya akan mendorong investasi dan terciptanya pasar yang sehat – tetapi juga mencegah terjadinya inflasi yang tidak ada dasarnya. Cabe tidak akan lagi bisa tiba-tiba melonjak jadi Rp 100,000/kg karena ongkos produksi keseluruhannya sampai nilai tambah di setiap titik tidak lebih dari Rp 15,000/kg misalnya.
Sebaliknya, harga daging tidak bisa ‘diwajibkan’ pada target Rp 80,000/kg ketika ongkos produksinya Rp 90,000/kg misalnya. Keadilan harga baik untuk konsumen maupun produsen, karena harga yang adil akan menjamin kelangsungan supply dari produsen, dan kelangsungan demand dari keterjangkuan harga oleh konsumen.
Blockchain adalah teknologi masa depan yang akan merambah seluruh aspek kehidupan sebagaimana internet merambah ke kehidupan kita sekarang. Proaktif menyikapinya adalah merupakan langkah terbaik agar kita tidak gagap teknologi ini pada saat nya dia hadir di meja makan kita.
Perlu keterlibatan seluruh stake holder dari kalangan petani, pengolah hasil pertanian, pedagang, surveyor, assessor, lembaga keuangan, lembaga sertifikasi dan semua pihak yang terkait lainnya untuk duduk bareng mengoptimalkan teknologi ini untuk kemakmuran negeri.
Sebagaimana teknologi lain yang seperti pisau bermata dua, ketika blockchain dipegang Bitcoin, Ethereum dan kawan-kawannya – dia bisa menyedot kemakmuran kita, karena mengalirkan uang kita ke negeri para miners. Sebaliknya ketika teknologi ini kita pegang dan gunakan – insyaallah dia bisa mengalirkan kemakmuran sampai ke pelosok-pelosok negeri. Insyaallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar