Save Fuel, Save Earth
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Kadang data bisnis dan peluang usaha itu muncul dari sumber yang ‘tidak biasa’. CIA misalnya mengeluarkan data public yang tidak mudah kita temukan di tempat lain. Untuk BBM, CIA fact book menyebutkan Indonesia per tahun lalu (2016) tinggal memiliki cadangan minyak sebesar 3.23 milyar barrel. Dengan tingkat pengambilan per hari yang mencapai rata-rata 831,000 barrel, maka minyak kita habis kurang dari 10 tahun yang akan datang. Menurut sumber data yang sama, tahun lalu juga kita sudah impor US$ 6.7 milyar bahan bakar. So what ? Apa yang bisa kita lakukan ?
Yang pertama kita bisa saja cuek dengan data yang demikian, kita teruskan saja pemborosan energi di mana-mana - terutama lonjakan bahan bakar yang terus terbuang di jalan-jalan yang semakin macet to the max - sambil berharap data mereka salah ! Yang kedua kita bisa lakukan riset sendiri, menggali potensi-potensi sumber energi baru dan terbarukan untuk kebutuhan kita yang akan datang – yang ini menurut saya sudah sangat urgent untuk dilakukan.
Dan yang ketiga adalah mencari berbagai cara agar minyak yang terbatas bisa dihemat dan impor bahan bakar bisa direm laju pertumbuhannya. Lagi-lagi dengan apa kita melakukannya ? ya dengan berbagai sumber yang ada di sekitar kita. Opsi dua dan tiga bisa menjadi peluang tersendiri di dunia startup, kaidahnya bila ada masalah yang begitu besar untuk diatasi – maka bersamanya juga hadir peluang yang sangat besar.
Bukankah ini semua seharusnya pemerintah yang melakukannya ? betul, pemerintah khususnya departemen-departemen dan institusi yang terkait pastinya juga sudah berbuat. Tetapi kemampuan mereka juga terbatas, lebih-lebih mereka akan sibuk dengan urusan PEMILU minimal sepanjang dua tahun mendatang plus satu sampai dua tahun lagi sesudahnya – jadi waktu pemerintah untuk mengatasi potential problem BBM ini akan semakin terbatas.
Lantas apa yang paling konkrit bisa kita lakukan ? Saya memilih untuk mulai di point 3 yang bisa dilakukan oleh masyarakat rame-rame dari sekarang. Penghematan penggunaan BBM bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu mengurangi aktivitas – seperti bepergian, menyalakan mesin pabrik dlsb. cara ini efektif tetapi bisa jadi juga menurunkan produktifitas.
Cara yang kedua adalah dengan tetap beraktivitas yang sama – hanya konsumsi bahan bakarnya saja yang ditekan. Ini yang lebih masuk akal karena idak akan menurunkan produktivitas, bahkan kemungkinan sebaliknya yang terjadi.
Sejumlah penelitian di lembaga-lembaga dan perguruan tinggi di negeri ini sebenarnya sudah lama meneliti apa yang disebut fuel bioadditive. Dia bukan bahan bakar itu sendiri, tetapi ketika dicampurkan ke bahan bakar, dia bisa menghemat konsumsi bensin antara 10%-30 % dan konsumsi diesel antara 10%-40%.
Bioadditive ini antara lain asalnya dari minyak terbang, volatile oil atau disebut juga essential oil atau minyak atsiri. Yang sudah bisa digunakan antara lain minyak cengkeh, minyak pala, minyak kayu putih dan minyak citronella. Saya cenderung memilih yang terakhir ini karena dia mudah ditanam dan segera memberikan hasil pada tahun yang sama.
Cara kerja bioadditive ini adalah ketika dicampurkan ke dalam bahan bakar, karakter kimianya yang mirip dengan bahan bakar membuatnya mudah bercampur. Kemudian campuran baru ini akan memiliki oksigen yang lebih banyak, yang memudahkan pembakaran sempurna. Oksigen juga akan mengoksidasi jelaga dan Carbon Monoksida sehingga emisi hasil pembakaran akan lebih baik bagi kesehatan dan lingkungan.
Dengan perbagai kelebihan tersebut, mengapa penggunaan bioadditive ini belum massal ? Yang pertama tentu kurangnya sosialisasi dan riset-riset terapan untuk masalah seperti ini. Yang kedua ketika rezim harga minyak dunia rendah beberapa tahun terakhir, kita cenderung mengambil langkah yang gampang saja – yaitu impor saja seluruh kekurangan bahan bakar kita – sebanyak yang kita butuhkan.
Yang ketiga adalah kalau toh kesadaran untuk menghemat BBM sudah muncul dan treat berupa potensi krisis bahan bakar semakin imminent, siapa yang akan mensupply bahan baku untuk bioadditive tersebut secara cukup ? Untuk kebutuhannya sekarang saja sebagai bahan industri obat, toiletries dan pasar yang disebut FnF (Flavour and Fragrance ) saja bahan-bahan ini sering langka, apalagi kalau mau digunakan sebagai bioadditive – pasti akan diperlukan gerakan memproduksi bahan bakunya yang massive.
Untuk yang terakhir inilah salah satu kajian Essential Institute di bawah Indonesia Stratup Center, mengajak masyarakat untuk melakukan upaya penghematan BBM secara massive, terstruktur dan systematis ini.
Yang akan segera merasakan manfaatnya adalah konsumen solar non-subsidi yang banyak dipakai oleh industri. Listrik sekarang mahal, menggunakan power plant sendiri – pastinya juga mahal. Kalau pabrik atau usaha Anda bisa menghemat BBM 25% saja dari konsumsi selama ini, pasti dampaknya ke bottom-line Anda sangat significant.
Lho kan belum proven ? Ini masalah proses saja, seluruh disruption perlu keberanian para pioneer untuk mencobanya. Disamping itu Essential Institute bersama para peneliti dari perbagai lembaga dan perguruan tinggi siap mendampingi exercises ini, jadi pabrik Anda tidak sendirian ketika mencobanya.
Dan ini worth untuk dicoba karena kalau ini berhasil, bukan hanya cadangan devisa yang kita hemat, akan ada efficiency ekonomi yang sangat significant di negeri ini. Siapa yang akan menikmati efficiency ini ? ya para pioneer yang mencobanya dahulu. Selain itu akan tercipta lapangan kerja yang massive mulai dari pekerjaan menanam , mengolah sampai hilir pemasarannya. Dan lebih dari itu kita akan bisa menjaga sustainability kehidupan dari dari bumi yang kita pijak ini.
Info grafik di atas adalah summary dari dampak ekonomi dan lingkungan, per 1,000 hektar tanaman sereh wangi atau citronella yang kita jadikan bioadditive tersebut di atas. Ukuran ini adalah yang masih bisa dihandle oleh corporate farmer kelas menengah, yang antara lain akan ditangani oleh para agripreneur apprenticeship yang sudah mulai kami rekrut sejaka beberapa bulan ini.
Ini adalah rute lain dari energi baru dan terbarukan, menggunakan pendekatan yang sangat berbeda – kita tidak menciptakan energi baru, tetapi menghemat energi yang ada semaksimal mungkin. It is do-able and we are doing it now ! InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar