Responsible Consumption
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Ada zat yang sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh kita dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi bila dia kurang atau tidak ada menjadi sumber segala masalah kesehatan, zat itu adalah mineral. Mineral yang seharusnya tersedia cukup pada bahan makanan kita, ternyata ketersediaannya menjadi semakin berkurang dari waktu ke waktu. Akibatnya adalah adanya ancaman penurunan kwalitas generasi ke depan yang disebabkan oleh penurunan kadar mineral di bahan makanan ini. Ada peluang untuk memperbaikinya, tetapi untuk ini kita harus mau memperbaiki pola konsumsi kita - yaitu menjadi pola konsumsi yang bertanggung jawab.
Karena kebutuhan mineral yang hanya dalam satuan beberapa milligram sampai beberapa gram per hari, sering diabaikan dan luput dari perhatian kita. Akibatnya generasi kita sekarang jauh lebih rentan penyakit dibandingkan dengan generasi sebelumnya, bila kita tidak melakukan perbaikan – penurunan kwalitas kesehatan ini akan berlanjut pada anak-cucu kita.
Manganese(Mg) dan Copper (Cu) misalnya, tubuh kita hanya butuh sekitar 2 mg per hari. Tetapi ketika tubuh kita kekurangan Manganese ini proses produksi dan kerja enzyme kita terganggu – segala masalah kesehatan dapat timbul dari sini. Kekurangan Copper mengganggu produksi energy dan neurotransmission, juga meningkatkan resiko cardiovascular dan neurodegenerative diseases.
Mineral lain yang dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak adalah Calcium (sekitar 1 gr/hari), Phosphorus (sekitar 1 gr/hari) dan Potassium (sekitar 3.5 gr/hari). Kekurangan Calcium berdampak pada kesehatan tulang, gigi dan munculnya berbagai penyakit seperti osteoporosis, osteopenia dan hypocalcemia . Kekurangan Phosphorus juga berdampak pada munculnya berbagai penyakit tulang, kekurangan Potassium berdampak pada otot, syaraf dan penyakit cardiovascular.
Di antara kebutuhan yang sangat sedikit dalam satuan milligram dan kebutuhan yang cukup banyak dalam satuan gram tersebut, ada sejumlah mineral yang kebutuhannya bervariasi. Di antaranya adalah Zinc (14 mg/hari), Iron (18 mg/hari), Magnesium (0.3 g/hari) dan mineral-mineral lainnya yang tingkat kebutuhannya belum diketahui secara pasti.
Lantas apa yang menjadi masalah ? Kandungan mineral-mineral tersebut di dalam zat makanan kita ternyata mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Seiring dengan penurunan ini, meningkat pulalah resiko berbagai penyakit seperti yang kita saksikan di masyarakat modern kini. Kita yang hidup di jaman ini lebih rentan penyakit ketimbang orang tua kita, anak kita lebih rentan dari kita dan seterusnya.
Di negara-negara yang data kandungan makanannya tersimpan rapi sejak berpuluh tahun seperti di AS dan Inggris, mereka dapat melihat trend penurunan mineral ini secara nyata. Di AS study terhadap 43 jenis sayur dan buah-buahan sejak tahun 1950-1999 menunjukkan ‘reliable declines’ pada kandungan protein, vitamin dan sejumlah mineral.
Bahkan The Organic Consumers Association menemukan penurunan nutrisi pada 12 jenis sayur antara tahun 1975-1997 saja masing-masing Calcium turun 27% , Iron turun 37 %, Vitamin A turun 21 % sedangkan Vitamin C turun 30 %. Hal yang senada ditemukan di Inggris antara tahun 1930-1980 yang menunjukkan penurunan nutrisi pada 20 jenis sayuran masing-masing kandungan Calcium turun 19%, Iron turun 22 %, dan Potassium turun 14 %.
Di Indonesia memang saya belum menemukan datanya, tetapi sangat bisa jadi penurunan yang senada juga terjadi. Indikatornya adalah buah dan sayuran kita tidak memancarkan aroma seperti dahulu. Jeruk keprok kita dahulu mengharumkan secara harfiah terminal-terminal bis di Jawa – sekarang tidak ada lagi aroma ini. Bahkan sayur yang namanya krai – semacam mentimun hijau besar – kesegarannya tercium dalam beberapa meter, sayur yang sama kini tidak lagi beraroma.
Pertanyaannya adalah mengapa mineral dan zat-zat makanan lain menghilang dari bahan makanan kita ? Tanaman memperoleh mineral dari tanah, ketika kandungan mineral tanah berkurang – maka kwalitas hasil tanaman di atasnya juga pasti berkurang.
Mineral tanah bisa terus berkurang utamanya karena terus diambil oleh tanaman yang kita panen dan tidak diisi ulang secara memadai, mineral tanah juga cepat habis oleh erosi air yang melaju dengan cepat di permukaan tanah yang tidak bisa menahan air karena berkurangnya pepohonan.
Sebagaimana mineral bisa berkurang, dia juga bisa bertambah. Penambahan yang efektif dan bahkan ada perintahnya di Al-Qur’an adalah dengan penggembalaan – kotoran padat dan cair dari ternak-ternak yang digembala di atasnya merupakan sumber mineral yang sangat komplit bagi tanah.
Ketika perintah menggembala ini turun kepada para Nabi – seluruh Nabi-Nabi sejak jaman Nabi Adam AS sampai Muhammad SAW seluruhnya melaksanakan perintah menggembala ini. Masalahnya adalah meskipun perintah ini tetap berlaku bagi kita sebagaimana tetap berlakunya ayat-ayat Al-Qur’an lainnya, kita yang hidup di jaman ini nyaris tidak ada lagi yang menggembala.
Disinilah ketidak seimbangan itu terjadi, ada dua perintah ‘makanlah dan gembalakanlah ternakmu…’ (QS 20:54), perintah yang pertama terus kita laksanakan hingga kini yaitu makan, sedangkan perintah yang kedua kita abaikan karena kita anggap kuno dan tidak sesuai jaman yaitu menggembalakan ternak.
Maka tidak ada jalan lain untuk bisa memperbaiki atau mengembalikan kwalitas makanan kita, harus ada upaya mengembalikan kandungan mineral tanah tersebut di atas. Tetapi bagaimana caranya ?
Air hujan sebenarnya juga membawa sedikit mineral – tergantung pada daerah-daerah yang dilalui dalam perjalanan awannya. Sumber berikutnya yang dalam kapasitas manusia untuk mengendalikannya ya kembali menggembala tadi, selain kandungan mineralnya banyak – juga mineral yang terkandung dalam kotoran ternak baik cair maupun padatan adalah sangat lengkap.
D jaman modern ini, kalau tidak mau atau tidak ada lagi lahan gembalaan – mineral-mineral juga bisa dihadirkan melalui pengkomposan organic materials seperti buah dan sayur busuk serta organic materials lainnya.
Di era teknologi tinggi khususnya era IoT (Internet of Things) yang sedang kita masuki, siklus mineral dalam ecosystem produksi makanan kita akan dapat dihitung secara lebih akurat. Bahkan juga memungkinkan memonitor siklus ini secara real time dari waktu ke waktu sehingga bahan-bahan makanan kita dapat terus diproduksi bukan hanya cukup dari sisi kwantitas atau yield-nya tetapi juga pada kwalitas terbaiknya.
Tetapi teknologi secanggih apapun tidak akan bisa banyak membantu tanpa adanya kesadaran masyarakat untuk melakukan perbaikan dalam pola konsumsinya. Kita harus mulai berpikir jauh ke depan – bahwa apa yang kita makan sekarang berpengaruh pada kwalitas generasi ke depan.
Bila kita hanya mengambil dari alam tanpa berusaha mengembalikannya – lantas siapa yang akan bertugas untuk mengembalikannya ? siapa yang akan menjaga agar kita tidak meninggalkan generasi yang (semakin) lemah ke depan ?
Tugas untuk menjaga keseimbangan di alam ini jelas bukan hanya tugas Pak Tani, juga bukan hanya tugas pemerintah, tugas ini untuk kita semua karena ayat untuk tidak mengganggu keseimbangan dan perintah menegakkan keseimbangan dengan keadilan itu ditujukan untuk kita semua. Demikian pula halnya dengan peringatan untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah, berlaku untuk kita semua.
“Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil, dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu” (QS 55:8-9)
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka…” (QS 4:9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar