Qirbah Untuk Lingkungan dan Kesehatan
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Ada
satu oleh-oleh I’tikaf yang sudah saya share dengan teman-teman di
facebook dan ingin saya share lagi secara lebih luas dan lebih detil
kepada para pembaca situs ini. Oleh-oleh tersebut bernama Qirbah, tempat
minum dari kulit yang digunakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Bila saja sunnah menggunakan Qirbah ini kita hidup-hidupkan lagi kini,
maka sejumlah masalah besar dunia seperti isu lingkungan hidup,
kelangkaan air dan kesehatan akan ikut teratasi. Bagaimana bisa ?
Ide
untuk menghadirkan kembali Qirbah dalam kehidupan kita ini berasal dari
keprihatinan saya menyaksikan langsung betapa tumpukan sampah plastik
itu mengotori Masjidil Haram dan sekitarnya. Ketika berbuka puasa
rame-rame, masing-masing jam’ah rata-rata standby dengan satu atau dua
gelas plastik air. Gelas-gelas plastik ini menjadi sampah sesaat
kemudian setelah airnya diminum.
Berjuta-juta
orang yang lagi di Masjidil Haram melakukannya setiap hari, tidak
terhitung sampah yang dihasilkannya. Pasti bukan pencemaran lingkungan
seperti ini yang diajarkan oleh Islam, bila saja umat ini bisa
bener-bener mengikuti ajaran yang dibawa oleh uswatun hasanah kita –
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – sampai ke hal-hal detil
seperti mengelola kebutuhan air minum tersebut.
Bukan
hanya mencegah pencemaran, bahkan seharusnya kita bisa menghentikan
pencemaran plastik di dunia yang seolah tidak terbendung kini.
Sampah-sampah plastik di seluruh dunia yang berujung di laut kini sudah
mencapai sekitar 86 % dari seluruh benda-benda yang mengotori laut.
Bahkan Jutaan burung dan mamalia laut mati setiap tahunnya gara-gara
tersedak oleh benda-benda dari plastik ini.
Anda
mungkin berpikir bahwa plastik kan bisa di recycle sehingga pencemaran
lingkungan mestinya dapat di atasi ? betul bisa di recycle, tetapi di
negeri yang katanya sadar lingkungan seperti AS sekalipun – menurut
Worldwatch Institute – mereka hanya merecycle sekitar 0.6 % dari
plastik-plastik yang digunakannya, selebihnya menjadi sampah.
Dunia
saat ini memproduksi sekitar 300 juta ton plastik setiap tahunnya,
bayangkan bila lebih dari 99%-nya kemudian menjadi sampah. Sampah-sampah
plastik itu bertahan nyaris selamanya di bumi ini karena dia tidak bisa
secara alami terurai kembali ke tanah. Betapa dholimnya umat manusia
jaman ini, bila hanya untuk minum sesaat – seperti saat berbuka puasa di
Masjidil Haram tersebut – kita mengotori bumi selamanya !
Lantas
apa solusinya ? Indahnya agama ini adalah ada solusi untuk setiap
persoalan - bahkan solusi tersebut sudah dicontohkan langsung oleh
Uswatun Hasanah kita. Untuk tempat air minum misalnya,Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggunakan apa yang disebut Qirbah –
tempat minum yang dibuat dari kulit.
Pasti
ada hikmah yang sangat besar dari tempat minum yang satu ini, karena
sampai-sampai Rasullullah pernah meminta secara khusus ketika berkunjung
ke sahabat dari kaum Anshar. Saya kutib dari kitab Riyadus Shalihin,
hadits-nya sebagai berikut :
Diriwayatkan
dari Jabir Radliallahu ‘Anhu, Rasulullah mengunjungi sebuah rumah milik
kaum Anshor bersama seorang sahabatnya dan berkata kepada pemilik rumah
: “Bila engkau memiliki air di
dalam wadah air dari kulit yang tersisa dari semalam – berikan kepada
kami untuk minum; bila tidak biarlah kami minum dari aliran airnya
langsung.” (Sahih Bukhari).
Pemilik
rumah yang dikunjungi oleh Rasulullah tersebut adalah petani yang
menggunakan air untuk menyirami tanamannya. Rasulullah Shallallhu Alaihi
Wasallam sampai memilih meminum langsung dari air yang dipakai menyiram
tanaman ini – bila tidak ada air yang sudah disimpan satu malam di
Qirbah – tempat air dari kulit tersebut. Apa hikmahnya ?
Qirbah
bukan hanya suatu benda tempat minum yang berdiri sendiri, dia adalah
bagian dari suatu system dari pengelolaan air yang berdampak sangat
luas. Sejumlah hadits sahih membahas masalah masalah Qirbah ini dari
berbagai segi.
Sayangnya
yang mungkin banyak diingat oleh kalangan umat adalah hal yang dilarang
misalnya larangan minum langsung dari mulit Qirbah – jadi seolah-olah
yang dilarang Qirbahnya, padahal yang dilarang adalah cara minum yang
salah. Bahwasanya betul ada hadits sahih yang melarang minum langsung
dari mulut Qirbah, tetapi ada juga hadits yang menceritakan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam minum langsung dari mulut Qirbah ini di
rumah Ummu Sulaim – semua permasalahn ini dibahas oleh Imam Nawawi di
Kitab Riyadus Shalihin.
Yang
banyak diceritakan di hadits juga adalah Rasulullah berwudlu dari
Qirbah, ini bisa menjadi contoh bahwa Rasulullah sangat berhemat dalam
penggunaan air. Salah satu Mukjizat Nabi-pun terkait dengan Qirbah ini,
yaitu pada peristiwa Hudaibiyah ketika para sahabat (1400-1500 orang)
kehabisan air.
Saat
itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tinggal memiliki satu
Qirbah air. Maka ketika beliau meletakkan tangannya pada Qirbah
tersebut, mengalirlah air dari jari jemari beliau sampai mencukupi
kebutuhan untuk seluruh pasukannya. Bahkan kata sahabat yang hadir saat
itu – bila jumlah kami ratusan ribu-pun air itu masih cukup, tetapi saat
itu jumlah kami hanya 1500 orang (dari hadits Sahih Bukhari).
Jadi
Qirbah ini adalah system pengelolaan air minum, air wudhlu dan air
untuk perbagai kebutuhan lainnya – termasuk pengobatan yang diceritakan
di hadits lainnya lagi. Tetapi seperti apa Qirbah itu ?
Bentuk
aslinya kurang lebih seperti foto disamping. Ukuran standarnya bisa
menampung air sekitar 38 liter. Ulama fiqih kemudian juga menggunakan
ukuran 5 Qirbah yang setara dengan 2 Kullah air atau 190 liter – sebagi batasan air yang tidak tercemari oleh najis.
Dalam
menghidupkan sunnah Nabi, tentu utamanya adalah untuk mencontoh
langsung apa saja yang dilakukan dan digunakan beliau. Bahkan tanpa
mengetahui alasannya-pun kita tetap harus mengikutinya – seperti
peristiwa ketika Umar bin Khttab akan mencium batu Hajar Aswat – semata
karena ingin mencontoh apa yang dilakukan beliau.
Bahwasanya
kemudian ternyata mengandung banyak hikmah dari mengikuti contoh-contoh
beliau ini, inipun dijanjikan oleh Allah. Taat kepada Nabi adalah
bentuk ketaatan kepada Allah, dan jalan keluar akan selalu diberikan
kepada orang-orang yang bertakwa.
Termasuk
masalah besar lingkungan dan kesehatan yang saya angkat di awal tulisan
ini. Bayangkan sekarang kalau jutaan orang yang mengikuti sunnah nabi
I’tikaf tersebut juga mengikuti sunnah lainnya menggunakan Qirbah untuk
tempat airnya, maka tidak ada jutaan gelas dan botol plastik yang harus
dibuang menjadi sampah setiap harinya. Tidak ada antrian panjang berebut
air wudhlu – yang masing-masing orangnya menggunakan begitu banyak air
untuk berwudlu – sedangkan Rasulullah sendiri bisa berwudlu dengan
sangat sedikit air dari Qirbah.
Bayangkan
kalau sunnah ini kita lanjutkan, bukan hanya untuk orang-orang yang
beri’tikaf, tetapi untuk keseharian kita. Maka kita akan dapat
menghentikan atau setidaknya mengurangi penggunaan plastik yang kemudian
menjadi sampah abadi di alam.
Untuk
berbagai alasan inilah kami ingin bener-bener menghadirkan kembali
Qirbah ini ketengah umat jaman ini. Mungkin akan terasa asing bila umat
ini kembali minum dari tempat minum dari kulit, tetapi justru yang asing
inilah yang akan beruntung sebagaimana hadits berikut :
“Islam
pertama muncul sebagai sesuatu yang asing dan akan kembali asing
sebagaimana pertama kali muncul, maka beruntunglah bagi orang-orang yang
asing” (HR. Muslim).
Bayangkan hikmah yang akan bisa kita petik dari menghidupkan kembali sunnah yang satu ini.
Kita
tidak perlu lagi membuang gelas atau botol plastik yang mengotori bumi
setiap kali kita minum. Tempat minum kita cukup satu yang bisa dipakai
seumur hidup.
Karena
tidak perlu ongkos pembotolan/penggelasan air, maka tidak ada lagi
orang jualan air dalam botol atau gelas kemudian memberinya harga yang
mahal dengan alasan sebagai ongkos pengemasan tersebut.
Masalah
kesehatan dan kepraktisan tidak perlu kita kawatirkan, sampai-smpai
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memilih minum air yang sudah
disimpan semalam dalam Qirbah atau minum langsung dari sumber/salurannya
, pasti ada kelebihan Qirbah ini dibandingkan tempat air lainnya.
Yang
sudah bisa dijelaskan secara ilmiah tentang bagaimana air bisa begitu
sehat dan beraroma dalam Qirbah adalah karena bahan yang digunakan untuk
membuatnya.
Kalau
Anda hanya sekedar menjahit kulit menjadi tempat minum, pasti akan
bocor bukan ? Bagaimana agar tidak bocor ? pelajarannya ada di sarang
lebah. Tidak ada sarang lebah yang bocor madunya – apapun bahan sarang
lebah yang digunakan. Dimana rahasianya ?
Sarang lebah di-sealed dengan apa yang disebut lilin lebah atau beeswax. Beeswax ini
diproduksi oleh lebah pekerja dari madu yang dimakannya. Keluar dari
perut lebah aslinya berupa cairan berwarna-warni, dan kemudian memadat
pada suhu ruangan.
Begitulah cara orang-orang dahulu membuat Qirbah-nya. Di-sealed dengan beeswax sedemikian rupa sehingga nampak dalam foto di atas kekokohan dari Qirbah itu. Kantong kulit yang sudah di-treatment dengan beeswax
akan bebas dari jamur (jamur tidak bisa tumbuh di beeswax), bebas
bakteri dan bebas oksidasi. Itulah mengapa air yang disimpan dalam
Qirbah menjadi jauh lebih sehat dari tempat air lainnya.
Bagaimana
dengan rasanya ? rasanya menjadi segar dan beraroma. Meskipun air yang
Anda minum tetap air tawar biasa, bila disajikan dengan aroma yang enak –
maka air yang Anda minum itu juga menjadi enak. Aroma air dalam Qirbah
ini juga datang dari beeswax yang berasal dari madu tersebut.
Bagaimana
dengan bau kulit yang ada ? selain kalah dengan aroma beeswax/madu,
kulit yang disamak dengan baik dia menjadi suci dan bebas bau. Bahkan
para ulama fikih-pun berdasarkan hadits-hadits yang ada sependapat bahwa
Qirbah dari kulit binatang yang dimakan dagingnya adalah suci –
terlepas dari apakah binatangnya disembelih dengan nama Allah ataupun
bangkai sekalipun.
Dasarnya adalah dua hadits berikut :
Dari Ibnu Abbas Radliallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “ Apabila kulit-kulit tersebut telah disamak, maka dia telah menjadi suci” (HR. Muslim).
Ketika Rasulullah melihat sahabat membuang bangkai kambing, beliau bersabda : “Jikalah kalian mengambil kulitnya”. Kemudian para sahabat berkata : “Sesungguhya hewan tersebut telah menjadi bangkai”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Air dan daun Qarazh itu akan membersihkan (kulit dari bangkai tersebut)”. (HR. Abu Daud)
Daun
qarazh adalah bahan untuk penyamakan kulit di jaman itu. Di jaman ini
banyak bahan dari tanaman yang bisa digunakan untuk menyamak – yaitu
tanaman-tanaman yang mengandung tannin seperti pisang, gambir dlsb.
Itulah sebabnya dalam bahasa Inggris proses penyamakan disebut Tanning – yaitu proses penggunaan tannin.
Patokannya
tetap harus dari kulit dari hewan yang dagingnya halal dimakan, dan ini
mengandung hikmah tersendiri. Setiap hari jutaan domba, kambing dan
sapi dipotong untuk makanan manusia – pasti ada jutaan kulit dari
bintang-binatang tersebut yang bisa dibuat tempat minum yang cukup untuk
seluruh manusia di muka bumi ini – jadi tidak perlu minum dari gelas
plastik !
Dunia
tidak akan kekurangan bahan kulit untuk tempat minum ini, tidak perlu
memotong binatang lain hanya untuk diambil kulitnya ! Bahkan kulit-kulit
tersebut akan cukup dibuat untuk bahan rumah (bahan bangunan) bagi
manusia – karena Al-Qur’an mengindikasikan bahan rumah kita itu juga
dari kulit (QS 16:80) – akan saya bahas terpisah masalah ini dalam
tulisan lainnya – insyaAllah.
Lantas
konkritnya akan seperti apa dan kapan Qirbah itu akan bisa hadir
kembali ketengah umat jaman ini ? Agar dalam menghidupkan sunnah ini
bukan kepentingan ekonomi yang mengemuka, maka team dari Yayasan Dana
Wakaf Indonesia telah mulai bergerak untuk menyiapkan kehadirannya.
Artinya kalau toh ada dampak keuntungan materi dari pengadaan Qirbah
tersebut, dari awal sudah diniatkan keuntungannya akan diwakafkan
kembali untuk berbagai kepentingan umat berikutnya.
Yang
sedang dipersiapkan antara lain supply kulit-kulit yang disamak secara
nabati – tidak boleh disamak secara kimiawi seperti yang dilakukan di
industri kulit modern pada umumnya. Dan untuk ini sudah ada yang sanggup
mensupply-nya.
Selanjutnya
team product design kita juga sedang bekerja keras untuk bisa
menghadirkan bentuk Qirbah yang praktis untuk jaman ini. Untuk
masyarakat mobile akan dihadirkan Qirbah-Qirbah kecil yang cukup untuk
membawa satu liter air misalnya.
Foto-foto
di atas contoh sederhanya, tetapi saat ini kami sedang merancang
sekalian cangkirnya yang juga dari kulit – agar orang tidak minum
langsung dari mulut Qirbah seperti dalam hadits tersebut di atas.
Qirbah-qirbah yang seukuran aslinya untuk kebutuhan rumah tangga akan
menampung air 10 galon (38 liter) – atau sekitar 2 tabung air gallon
besar yang ada di rumah-rumah saat ini, insyaAllah akan menyusul setelah
yang kecil-kecil tersebut menyebar.
Umat
ini tidak akan kekurangan solusi untuk mengatasi perbagai persoalan
kehidupannya, bahkan juga persoalan yang dihadapi dunia secara luas
seperti dalam kasus pencemaran lingkungan oleh plastik tersebut.
Kuncinya kita hanya perlu mengikuti petunjuk-petunjuk dan contoh-contoh
konkrit yang sudah dilakukan oleh uswatun hasanah kita. insyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar