Hukum ‘Kekekalan’ Massa
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Sama dengan energi dalam system tertutup, massa akan konstan meskipun terjadi perbagai perubahan bentuk. Para ilmuwan menemukan konsep ini di abad 18 - 19 dan disebut hukum ‘kekekalan’ massa atau juga disebut hukum Lomonosov-Lavoisier. Nampaknya sederhana, namun kalau manusia menyadari hal ini dengan dasar petunjukNya – manusia akan bisa menjadi lebih bijak dalam mengelola alam ini. Zat yang ada di tubuhnya sama dengan zat pembentuknya yang berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Oxygen yang paling banyak sekitar 65 % dan utamanya dalam bentuk air, carbon yang kedua sekitar 18 % yang identik dengan kehidupan itu sendiri karena carbon yang mengikat senyawa-senyawa rantai panjang dalam perbagai bentuknya.
Hidrogen sekitar 10 % mayoritasnya juga dalam bentuk air, dan nitrogen 3 % dalam bentuk organic molecules yang membentuk asam amino kemudian menjadi protein, juga nucleic acid yang membentuk DNA.
Selebihnya dalam konsentrasi yang semakin mengecil seperti Calcium sekitar 1.5 %, Phosphorus sekitar 1 %, Potassium sekitar 0.25%, Sulfur sekitar 0.25%, Sodium sekitar 0.15%, Chlorine sekitar 0.15%, Magnesium 0.05%, Iron 0.006%, Fluorine 0.0037%, Zink 0.0032%, Copper 0.0001%, dan seterusnya yang pernah terdeteksi oleh ilmu manusia sampai Cobalt di kisaran angka 0.0000021%.
Pertanyaannya adalah dari mana zat-zat ini berasal ? manusia pertama Adam ‘Alaihi Salam diciptakanNya dari tanah, yang berarti semua zat yang diperlukan untuk pembentuk tubuh manusia ada di tanah. Manusia-manusia berikutnya berasal dari air yang hina, kemudian dia juga tumbuh dari apa yang dia makan yang tumbuh dari tanah.
Untuk memperleh Oxygen dan Hydrogen manusia perlu minum, untuk memperoleh Carbon, Nitrogen dan perbagai zat-zat lainnya manusia perlu makan beraneka macam makanan. Dari mana makanan manusia memperoleh Carbon, Nitrogen dan perbagai mineral pembentuknya ? Ada yang dari udara dan sebagian terbesarnya dari tanah.
Pertanyaan berikutnya adalah bila yang ada di udara dan di tanah terus diambil, bukankah dia akan habis ? berdasarkan hukum kekekalan massa tersebut di atas – jawabannya adalah tidak. Bila di alam ini dianggap system tertutup maka jumlah massa-nya tetap, dia hanya terus berubah bentuk.
Dari udara berupa CO2 ditambah H2O dan cahaya matahari menjadi berbagai bentuk makanan padatan C6H12O6. Dari Nitrogen yang ada di tanah atau yang difiksasi langsung dari udara oleh tanaman leguminose, dia menjadi sumber protein dari tanaman-tanaman dan juga hewan yang memakannya. Dari tanah pula ikut terbawa aneka mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita.
Selama hidupnya, manusia dan hewan mengembalikan segala unsur yang dimakannya kembali ke tanah dalam bentuk sekresi kotoran padat dan cair. Dan di akhir hidupnya semuanya kembali ke tanah, dengan demikian akhirnya semua manusia pasti juga mengembalikan semua yang pernah diambilnya ke tanah.
Kita bisa lihat sekarang, siapapun manusia dalam kapasitas apapun – mau tidak mau dia harus tunduk pada hukum kekekalan massa – yaitu berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Tetapi selama hidupnya, hanya manusialah yang diberi kesempatan oleh Allah untuk memilih – apakah dia berbuat jahat atau bertakwa (QS 91:8). Ketika dia berbuat jahat, sekecil apapun – dia mengganggu keseimbangan yang ada di alam (QS 55 :8) - mengganggu perputaran massa tersebut di atas.
Semua manusia, hewan dan tanaman yang seharusnya memperoleh makanan yang cukup – yang menjadi bahan baku pertumbuhkan tubuhnya, dapat terganggu oleh perbuatan jahat seseorang. Inilah makanya memberi makan adalah perintah yang kedudukannya sama dengan sholat (QS 74:43-44), tidak memperhatikan makanan saja – sudah cukup manusia itu dianggap tidak menjalankan apa yang diperintahkanNya (QS 80:23-24).
Bahkan merusak tanaman, hewan dan keturunannya – sudah dianggap berbuat kerusakan di muka bumi, daianggap membuat membuat kebinasaan (QS 2:205) – ya karena mengganggu keseimbangan alam di atas.
Bahkan Allah memberi contoh lebih detil yang sangat relevan untuk konglomerasi kapitalisme global saat ini. Pada kaum Tsamud, kaumnya Nabi Shaleh ‘Alaihi Salam ada sekelompok orang yang menguasi sumber-sumber kehidupan dan tidak memberi kesempatan pada yang lain. Bukankan kita juga hidup di jaman yang seperti ini sekarang ?
Kemudian penduduk Madyan kaumnya nabi Syu’aib, mereka terbiasa curang dalam berniaga – mereka suka mengurangi timbangan. Lagi-lagi, bukankan hal yang semacam ini juga dianggap biasa dalam dunia perdagangan saat ini ? baik secara harfiah di pasar-pasar tradisional pedagang mengurangi timbangan, maupun secara maknawi di industri-industri besar orang mencurangi komponen/kwalitas produk ?
Maka sekarang kita bisa lihat benang merah rangkian perintah-perintah di Al-Qur’an Mulai dari menyembah kepada Allah dengan tidak menyekutukannya, dijadikannya kita dari tanah dan dijadikan pula kita pemakmurnya (QS 11:61), dengan perintah untuk terus melakukan perbaikan yang kita mampu (QS 11:88) dan perintah untuk tidak mengganggu keseimbangan alam dan menegakkan keseimbangan itu dengan keadilan (QS 55:8-9).
Lantas konkritnya apa yang bisa kita lakukan ? Berbuat adil, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kita adil pada bumi yang kita pijak dengan tidak merusaknya, kita menanam tanaman-tanaman yang dibutuhkan manusia dan binatang untuk kehidupannya dan menjaga kelestariannya – yang berarti juga menjaga perputaran massa untuk keseimbangan alam semesta.
Ketika kita lagi diberi kekuasaan, kita gunakan kekuasaan itu untuk menjaga keadilan secara lebih luas – tidak menggunakannya semena-mena yang hanya menguntungkan sebagian golongan dan merugikan golongan yang lainnya. Ketidak adilan penguasa lebih mudah menggoncang keseimbangan di alam karena pengaruhnya yang luas.
Ketika berdagang kitapun adil, tidak mencurangi timbangan, tidak mengurangi hak orang lain. Ketika kita diberi amanah mengelola kekayaan berupa dana-dana public maupun privat, kitapun harus adil – terus memutarnya dan tidak terbatas pada yang kaya atau yang besar saja – harta harus terus berputar ke semua pihak (QS 59 :7).
Dengan keadilan itulah alam semesta akan terus berputar secara seimbang (QS 55:8-9), dan massa-pun terus berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya tanpa ada yang mengganggunya. ‘Kekal’ dalam pengertian manusia, sampai Allah memusnahkannya pada waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar