Labinah
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Di pasar dunia yang didominasi kapitalisme persaingan itu cenderung menuju pemenang tunggal – the winner take it all, maka raksasa-raksasa seperti Yahoo, Blackberry, sejumlah merek computer dan raksasa otomotif-pun bisa oleng karenanya. Tidak demikian dalam pasar Islam, ada prinsip yang sangat indah – yaitu tidak boleh menghalangi pedagang yang mau masuk pasar , dan tidak boleh memaksa pedagang yang sudah di dalam keluar dari pasar. Peluang pasar mestinya milik semua orang, karena masing-masing bisa menjadi labinah atau batu bata terbaik di bidangnya.
Mengapa mempertahankan keberadaan pemain pasar itu penting ? karena sangat bisa jadi produknya sudah terlanjur dibutuhkan orang. Ketika pemain tersebut menghilang dari pasar, maka akan ada yang dirugikan.
Sebagai contoh Yahoo, dia bukan hanya search engine. Yahoo Financial adalah penyedia data-data pergerakan pasar yang terlanjur banyak dibutuhkan pelaku pasar. Termasuk Anda bisa mengikuti pergerakan grafik harga Dinar real-time di situs ini – awalnya juga atas jasa baik Yahoo Financial, meskipun kemudian kami terpaksa cari sumber lain karena kekhawatiran masa depan Yahoo.
Demikian pula di smart phone, saya belum bisa menghentikan penggunaan Blackberry kuno saya karena di dalamnya ada system komunikasi BBM – yang terlanjur menjadi media komunikasi dengan sejumlah mitra usaha. Bahwa kemudian ada WA, Line, Telegram dlsb. tetap saja masih ada juga yang menggunakan BBM.
Alangkah indahnya seandainya pasar itu dikelola secara Islam, karakternya akan mirip dengan karakter Uswatun Hasanah kita sendiri – masing-masing kita hanyalah batu bata yang mengisi celah dinding dari bangunan yang besar. Bangunan itu tidak sempurna ketika masih ada batu bata yang lowong.
Nabi Shallalhu ‘Alaihi Wasallam membuat perumpamaan sebagai berikut : “ Perumpamaanku dan nabi-nabi sebelumku seperti sesesorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya , memperindahnya kecuali ada satu labinah (tempat lubang batu bata yang masih kosong) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata : “ Duh seandainya ada orang yang meletakkan labinah (batu bata) di tempatnya ini”. Beliau bersabda: “ Maka akulah labinah itu dan aku penutup para Nabi”. (HR Shahih Bukhari).
Jadi kalau Nabi saja menempatkan diri beliau sebagai satu labinah dalam suatu bangunan, maka peran kita di masyarakat juga tidak akan lebih dari sekedar satu labinah dalam suatu bangunan yang besar.
Bila labinah-labinah tersebut baik dan lengkap, maka indahlah bangunan itu akan terbentuk. Bila labinah itu acak-acakan, tidak tersusun rapi – maka sangat bisa jadi juga tidak membentuk suatu bangunan apapun.
Kesadaran untuk menjadi batu-bata terbaik inilah yang akan membuat kita rela membiarkan orang lain ada di sekitar kita – karena keberadaannya juga dibutuhkan – sama dengan kita. Kita tidak akan menjadi serakah ingin mengambil semua pasar untuk kita sendiri.
Kesadaran untuk menjadi labinah juga membuka peluang-peluang baru, karena sebesar apapun bangunan yang ada di sekitar kita – pasti ada celah labinah yang bisa kita isi – karena nobody perfect, dalam ketidak sempurnaan itulah terbuka peluang.
Sebagai contoh adalah project iGrow – My Own Food yang usianya masih sangat belia (belum 3 tahun) tetapi telah menjadi award winner startup di perbagai event global. Bahkan sejumlah pucuk pimpinan raksasa-raksasa pertanian di negeri ini telah berkunjung ke kantor kami.
Bukan karena iGrow lebih baik atau lebih besar dari apa yang telah mereka-mereka lakukan, apalah artinya perusahaan 3 tahun dibanding mereka yang telah malang melintang di negeri ini sejak Orde Baru ? iGrow justru menarik karena dia hanyalah sebuah batu bata, sebuah labinah.
Sebuah batu bata yang bisa mengisi celah dari bangunan-bangunan besar yang mereka sudah bangun selama berpuluh tahun. Dengan batu-bata bernama iGrow ini pabrik gula raksasa melihat peluang untuk bisa mengisi kekurangan bahan baku tebunya, sebuah raksasa distribusi buah melihat akan ada mitra untuk merencanakan pertumbuhannya, raksasa agrowisata melihat peluang untuk diversifikasi tanaman dan objek wisatanya dst.
Di luar sana labinah-labinah ada dimana-mana dan di bidang apa saja. Labinah-labinah ini adalah lubang-lubang kecil dari bangunan-bangunan besar yang sudah dibangun oleh orang lain. Terlalu berat bila kita berusaha membangun bangunan itu sendiri.
Tetapi lubang-lubang kecil yang ada dimana-mana ini juga tidak akan muat kita masuki – bila kita mempersepsikan diri kita besar. Peluang untuk memasuki lubang-lubang tersebut justru menjadi besar, bila kita mengecilkan diri kita untuk fit-in sekedar menjadi batu bata pada lubang-lubang yang masih terbuka.
Contoh lain batu-bata yang ingin kita perankan adalah batu-bata industri kesehatan di negeri yang penduduknya hampir 260 juta orang ini. Untuk membuat rumah sakit butuh ratusan milyar Rupiah, sehingga meskipun sudah belasan tahun kami merancang bersama teman-teman sevisi, hingga kini belum juga terwujud satu rumah sakit-pun. Rumah sakit yang terus bermunculan secara massif justru rumah sakit umat lain yang memiliki dana ribawi yang mengalir sebagian juga dari umat ini.
Demikian pula membuat system pengelolaan dana kesehatan yang sesuai syariah, belum banyak yang bisa kita perbuat. Yang terus tumbuh secara massif justru perusahaan-perusahaan asuransi asing maupun dalam negeri yang tidak peduli dengan syariah – mereka inilah yang mengelola dana kesehatan ratusan trilyun Rupiah dengan mengabaikan ketentuan syariah, padahal yang dilayani mayoritasnya adalah muslim.
Bila kita melihat ‘bangunan-bangunan’ raksasa yang mereka bangun, seolah tidak ada kesempatan bagi kita untuk berperan secara significant. Tetapi lagi-lagi, bila kita menempatkan diri kita sebagai sekedar batu-bata – maka tiba-tiba kita akan melihat sejumlah celah labinah yang bisa kita isi dimana-mana.
Hasil survey sederhana kami menunjukkan bahwa hampir setiap orang yang kami tanya “Dimanakah Anda mau dirawat bila Anda sakit ?” Mayoritasnya menjawab : “Sedapat mungkin dirawat di rumah saja!”. Mayoritasnya juga sepakat bahwa dirawat di rumah sakit hanya bila bener-bener perlu saja.
Pertanyaan berikutnya dari survey inilah yang kemudian menghasilkan peluang baru – berupa celah labinah yang bisa kita isi. Yaitu : “Siapa yang bisa merawat di rumah sebaik atau bahkan lebih baik dari rumah sakit ?”. Tidak banyak yang bisa menjawab ini, karena layanan demikian memang belum banyak tersedia.
Untuk mengisi celah labinah yang terbuka dari pertanyaan kedua tersebut, kami dari Indonesia Startup Center – Depok, insyaAllah akan segera meluncurkan startup baru yang kita sebut uCare. Fokusnya adalah mengisi celah layanan perawatan di rumah – Home Care Services – yang sama atau bahkan lebih baik dari rumah sakit.
Sebagai batu bata, kami juga bukanlah pesaing bagi rumah sakit- rumah sakit, karena kami justru dapat menjadi mitra-mitra mereka untuk memberi layanan terbaik ke 260 juta penduduk negeri ini. Dengan perusahaan asuransi syariah bahkan kami sudah menyiapkan produk khusus untuk ini, sehingga selain masyarakat bisa membayar layananannya langsung – juga dapat dilakukan melalui system ta’awun - asuransi syariah.
Bahkan dengan platform digital seperti Go-Med dan lain sebagainya kami tidak perlu bersaing – malah bisa bersinergi. Mereka menyediakan platform-nya, sedangkan kami menyediakan infrastruktur lapangan berupa jaringan VVIP ambulance lengkap dengan dokter dan paramedisnya.
Inilah indahnya ketika kita menempatkan diri kita hanya sebagai labinah yang mengisi celah-celah yang masih kosong di bangunan-bangunan besar, kita tidak bersaing dengan siapapun – kita hanya mengisi tempat terbaik untuk kita, dan orang lain juga menduduki tempat-tempat terbaik masing-masing.
Ini juga peluang baru bagi para dokter dan paramedis yang menginginkan suasana kerja yang berbeda dan dengan ikatan kerja yang lebih fleksibel. Anda yang tertarik sudah dapat menghubungi kami untuk menjajagi kemungkinannya.
Cepat atau lambat ekonomi digital akan merambah ke dunia kesehatan juga, bila bukan kita yang mengisi celah labinah ini – sangat bisa jadi orang lain yang akan segera mengisinya. Maka kinilah waktunya kita menjadi labinah – batu bata terbaik itu – agar bangunan umat ini kita juga yang terlibat membangunnya, bukan semuanya diserahkan ke orang lain. Insyaallah kita bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar