Probiotic Food dan Prophetic Food
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Manusia modern tidak henti-hentinya berinovasi untuk menemukan makanan yang menurutnya baik, maka bermunculanlah berbagai istilah makanan yang disebut functional food, nutraceutical, probiotic food, symbiotic food dan entah apa lagi yang nantinya akan muncul lagi dari keinginan manusia untuk bisa makan lebih baik.
Pencarian-pencarian oleh manusia ini menghasilkan dzon, yang kadang benar dan kadang juga bisa salah. Kadang benar sesaat, kemudian belakangan diketahuai bahwa ternyata makanan tersebut keliru, begitu seterusnya.
Lantas bagaimana kita bisa melakukan verifikasi apakah makanan atau pola makan kita itu sudah benar atau belum ? Menurut saya hanya satu benchmark atau tolok ukurnya yang abadi yaitu - makanan yang berasal dari petunjukNya langsung atau dicontohkan oleh NabiNya langsung - yang untuk menggunakan 'bahasa kaumnya' jaman sekarang saya sebut Prophetic Food - yaitu makanan yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan bahkan juga oleh nabi-nabi sebelumnya.
Bila makanan yang diperkenalkan oleh manusia modern sekarang itu ada contohnya langsung dari uswatun hasanah kita atau apalagi ada di Al-Qur'an - maka tidak perlu ragu kita memakannya. Demikian pula bila ada larangannya yang jelas, kita juga tidak perlu ragu untuk meinggalkannya.
Contohnya adalah ketika manusia di jaman sekarang mencari makanan sehat ketemulah antara lain yogurt yang disebutnya salah satu Probiotic Food, karena mengandung begitu banyak bakteri baik yang hidup di dalamnya, yogurt ini ada contohnya langsung ke Nabi dan bahkan menjadi salah satu hidangan di acara walimah pernikahan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan Sofiyyah. Maka kita tidak perlu ragu dengan yogurt ini.
Dari Anas meriwayatkan bahwa : Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berhenti dan menyempurnakan pernikahannya denga Sofiyyah. Saya mengundang kaum muslimin untuk hadir pada walimahnya. Beliau memerintahkan agar alas makanan dari kulit digelar. Kemudian kurma, yogurt kering dan mentega dihidangkan di atasnya. Anas menambahkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyempurnakan pernikahannya dengan Sofiyyah tersebut ( dalam suatu perjalanan) dimana dihidangkan Hais (makanan manis) di atas alas makanan dari kulit. ( Sahih Bukhari)
Contoh lain adalah cuka, yang dalam suatu hadits dido'akan keberkahannya oleh Nabi karena dia juga lauk pauk para Nabi sebelumnya - maka cuka buah khususnya - yang sekarang manusia modern baru tahu manfaatnya untuk kesehatan, kita juga tidak perlu ragu mengkonsumsinya sejauh kita tahu persis siapa yang membuatnya - harus mengikuti contohnya. Cuka ini bisa haram bila dibuat dari alkohol, maka Nabi memberikan petunjuknya langsung cara membuatnya agar hasilnya adalah cuka - bukan alkohol.
Dari Ibnu Al-Dailami dari ayahnya berkata :" Kami bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, kami memiliki anggur - apa yang harus kami lakukan dengannya ? Beliau menjawab : 'Buat kismis", Kami bertanya :"Apa yang harus kami lakukan dengan kismis ?", Beliau menjawab : "Rendam (dengan air) pagi hari dan minum di sore hari, rendam di sore hari dan minum di pagi hari ", Saya bertanya : "Bolehkan saya rendam lebih lama agar lebih kuat ?" beliau menjawab :"Jangah ditaruh dalam wadah yang terbuat dari tanah (keramik) tetapi taruhlah dalam wadah dari kulit,dia akan bertahan lama, dan berubah menjadi cuka" (Sunan An-Nasai, dan Sunan Abu Dawud dengan narasi yang berbeda).
Lantas bagaimana dengan makanan atau minuman sehat yang kita belum ketemu contoh atau rujukanya langsung ? Seperti Kefir misalnya ? Kita perlu dalami dengan sikap kritis kita pada yang demikian ini.
Kefir sejatinya mirip yogurt, dibuat umumnya dari susu yang difermentasi, tetapi Kefir cenderung cair berupa minuman - sedangkan yogurt lebih mendekati cream. Minuman ini selama ribuan tahun menjadi minuman sehat masyarakat di daerah Caucasus (Rusia, Georgia, Azerbaijan dlsb). Menurut masyarakat setempat minuman ini juga dari Nabi, bahkan mereka berkeyakinan biji Kefir (starter) yang mereka gunakan dahulunya adalah hadiah dari Nabi.
Namun karena belum ditemukannya rujukannya yang sahih atas Kefir ini, beberapa ulama yang dimintai pendapat menyatakan keharamannya atas dasar bahwa prosesnya melibatkan alkohol. Adapula yang menghalalkannya, karena menganalogikan dengan yogurt dan keju yang semuanya berasal dari susu yang jelas kehalalannya.
Keduanya bisa benar dengan argumennya masing-masing, sedangkan saya hanya berusaha memahaminya dan mengikuti salah satu yang saya nyaman dengannya. Untuk kasus Kefir ini saya cenderung menganggap halal kalau kita yang membuatnya sendiri dengan mengikuti contoh dari Nabi seperti pada kasus cuka tersebut diatas.
Memang yang dicontohkan oleh Nabi pembuatan cuka, yang Nabi mensyaratkan dibuat di wadah dari kulit - yang baru 13 abad kemudian yaitu di abad 19 manusia modern tahu bedanya antara bakteri anaerob yang proses fermentasinya menghasilkan alkohol, dan bakteri aerob yang proses fermentasinya menghasilkan asam. Nabi memberi petunjuk untuk menyimpan anggur di dalam wadah dari kulit agar hasilnya cuka (bukan alkohol).
Nah ternyata di negeri asal Kefir di daerah Caucasus, memang Kefir juga dibuat secara aerob - yaitu di dalam wadah dari kuit yang digantung dekat pintu rumah. Saya tidak tahu alasannya, tetapi yang jelas udara bebas keluar masuk, dan penghuni rumah yang keluar masuk melalui pintu setiap saat sempat menyentuh wadah kulit untuk Kefir dalam proses ini dan secara tidak langsung juga mengaduknya.
Secara lebih ilmiah bisa dilihat juga dari bakteri yang ada di dalam Kefir tersebut. Diantaranya ada kelompok Lactobacilli, Lectococci, Leuconostocs, Streptococci dan kadang juga Acetobacter, sp. Empat pertama yang saya sebut adalah jenis facltative anaerob artinya bisa melakukan fermentasi tanpa udara atau dengan udara, sedangkan yang terakhir obligate aerob, hanya bisa melakukan fermentasi bila ada udara.
Bisa dipahami kemudian apa yang terjadi ketika Kefir dibuat dalam wadah yang tertutup rapat ? Alkohol yang terbentuk selama prosesnya tidak sepenuhnya berhasil berproses menjadi asam. Ketika dia bahan Kefir ditempatkan di wadah yang udara bisa keluar masuk, bisa dalam bentuk wadah dari kulit atau wadah kaca yang ditutup dengan kain di jaman ini, maka alkohol yang terbentuk selama proses fermentasi Kefir akan berlanjut menjadi asam secara sempurna-karena adanya bacteri yang memang spesialisasinya mengubah alkohol menjadi asam asetat - yaitu Acetobacter tersebut. Jadi bila kaum muslimin ini ikut minum Kefir, prosesnya seperti cuka tersebut di atas - buat sendiri agar make sure Kefir kita halal - seperti keyakinan umat Islam di Caucasus - karena mereka memang membuatnya sendiri persis seperti yang dicontohkan Nabi dalam membuat cuka, atau kalau tidak bisa membuatnya sendiri - beli dari sumber yang bener-bener memahami proses halal ini.
Walhasil, makanan atau minumam sehat manusia modern dengan berbagai namanya, tidak perlu serta merta kita tolak - tetapi juga jangan langsung diikuti begitu saja. Kita harus cerdas menyikapinya. Agama ini meninggikan ilmu dan bahkan mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat, maka dengan iman dan ilmu inilah kita insyaAllah bisa menyikapi segala sesuatu yang kita temukan di jaman modern ini dengan kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar