Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO

Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO


Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, informasi pengguna m-dinar. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.

TIPS Menyimpan Emas & Perak

TIPS !!!
1. Simpan di tempat aman semisal brankas, box emas atau kaleng anti karat.
2. Hindari dari Api dan Air serta tempat yang kelembabannya tinggi.
3. Hindari perawatan berlebih seperti mencuci dengan memberi hansanitiser, cukup dengan menggunakan tisu dengan lembut.
4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
5. Jaga Sertifikat pada Dinar dan Dirham, jangan sampai rusak letakkan pada tempat penyimpanan yang rapi

Pencarian

Senin, 06 Maret 2017

Riba Free Ecosystem

Riba-free Ecosystem

Meskipun kita tahu bahwa ‘riba telah mengambil makanan kita’,  mengapa sulit sekali kita berlepas diri darinya ? karena riba itu telah menyelimuti kita seperi pekatnya malam dalam ecosystem ribawi yang sangat kompleks. Seperti ikan yang hidup dalam laut yang tercemar, seberapa kuat-pun dia ingin mengambil oksigen bersih dari air dan memilih-milih makananannya – tetap saja dia harus mendapatkannya dari air yang sudah tercemar. Seperti itulah ecosystem yang menyelimuti kita sehingga seberapa kuat-pun kita ingin bebas riba, debu-debu riba tetap terhirup masuk ke tubuh kita. Lantas apa solusinya ?

Sebelum saya uraikan solusinya, saya beri dahulu gambaran situasinya – karena sebagian orang tidak setuju kalau kita hanya  ‘mengkambing-hitamkan’ riba untuk semua permasalahan kita. Betul bahwa riba bukan satu-satunya penyebab, tetapi riba adalah hulu yang sangat kuat dari setiap permasalahan ekonomi kita.

Seperti bila Anda tidak menyukai seseorang, maka apapun yang dilakukan orang tersebut adalah salah di mata Anda. Bagaimana kalau yang tidak suka ini adalah Allah ?, bahkan Allah dan RasulNya mengumumkan perang (QS 2:279), dan mengancam memusnahkan riba ( QS 2:276) – maka apa saja yang kita lakukan yang masih terkait atau bersinggungan dengan riba ini menjadi salah.


Saya ambilkan contoh kasus yang kita hadapi hari ini, mengapa kita tidak bisa makan daging cukup – konsumsi rata-rata kita hanya sekitar ¼ dari rata-rata konsumsi dunia ? Karena harga daging tidak terjangkau oleh rata-rata penghasilan penduduk kita. Apa yang membuat harga daging tidak terjangkau ?

Bayangkan proses daging sampai meja makan kita. Mayoritas daging yang kita beli adalah produk dari industri besar, perlu pabrik untuk memproses pakan ternak. Dengan apa pabrik pakan ternak ini dibiayai ? hampir pasti dibiayai dari dana bank. Berapa % bank mengharapkan bunga dari dananya ? misalnya 10 %. Berapa hasil usaha pakan ternak tersebut ? bila suatu usaha bisa memberikan hasil/margin keuntungan  tahunan 20 % - itu sudah jempolan. Lha untuk membayar bunga bank-nya 10 %, artinya separuh sendiri dari keuntungan kerja keras dia untuk bank. Jadi dari unsur biaya pakan ternak ada unsur bunga bank.

Sekarang ternak-nya sendiri, mayoritas daging yang kita makan jenis unggas – jumlahnya lebih dari dua kali daging binatang besar seperti sapi, domba, kambing dlsb. Dimana anak-anak ayam ini diproduksi ? di pabrik-pabrik penetasan ayam, dari mana dananya ? sama dengan pabrik pakan tadi. Jadi pada anak ayam-pun terbawa unsur riba dari bunga bank.

Oh saya lebih suka makan daging sapi, dari mana sapi didatangkan ? dibiayai dengan apa ? sapi-sapi dan bahkan sebagian juga sudah menjadi daging daging diimpor dan dibayar dengan dana talangan bank – Letter of Credit – yang juga berbasis bunga. Pada harga sapi atau daging yang diimpor juga terbawa unsur bunga.

Debu riba dari bunga ini terus bertebaran melalui jaringan distribusinya – yang untuk memodali outlet super marketnya, memodali transportasinya, memodali restorannya. Pendek kata dari hulu ke hilir, riba terus membayangi proses sampainya daging ke meja makan kita.

Sudah sampai meja makan kita, tinggal masuk ke mulut kita-pun riba masih bisa menghampiri. Berapa banyak orang berbelanja menggunkan credit card, membayar makanan restoran dengan credit card – yang semuanya membawa unsur riba – kalau tidak percaya periksa tagihan credit card Anda !

Riba tidak hanya berperan menambahkan harga pada barang yang kita konsumsi, riba juga berperan menghilangkan alternatif solusi, menghilangkan potensi lapangan kerja baru dan otomatis juga menghilangkan peluang pendapatan baru bagi masyarakat. Kok bisa ?

Teman-teman di lembaga riset, perguruan tinggi dan para peneliti – banyak sekali menelorkan karya-karya yang luar biasa. Periksa di perpustakaan-perputakaan perguruan tinggi ternama, cari thesis S1-S3, berjibun jumlahnya yang memberikan solusi yang lebih baik untuk berbagai urusan kita seperti contoh kasus ternak/daging tersebut di atas.

Mengapa solusi-solusi cemerlang yang penggagas-nya menempuh waktu bertahun-tahun sampai bisa menyusun thesis S1, S2 dan bahkan juga S3 – dan diganjar gelar Sarjana sampai Doktor, karyanya hanya berakhir di perpustakaan ?

Karena ketika karya-karya tersebut hendak diimplementasikan, selalu dibandingkan dengan bunga deposito, SBI dan instrumen investasi lainnya. Pada umumnya orang tidak tertarik berinvestasi ke hal baru yang beresiko, ketika dia bisa berinvestasi yang pasti – dijamin oleh LPS pula – dan sudah memberikan hasil 6 % misalnya.

Ketika tidak ada inovasi baru yang diterapkan, tidak ada terobosan dalam penyelesaian masalah – maka lingkaran setan harga cabe tidak bisa diputus, harga daging tetap tinggi, impor bahan pangan tidak terelakkan, dan kita menjadi negeri agraris yang justru food security kita kalah jauh dari negeri jiran yang yidak memiliki lahan. Lantas seperti apa solusi konkritnya ?

Sebagaimana pangkal dari problemnya yang bermuara di riba – demikian pula solusinya harus bermuara pada dihilangkannya riba. Kita harus bisa membangun ecosystem bebas riba, yang meng-encourage para innovator untuk terjun memberikan solusi, dan mendorong para pemilik dana menggunakan dananya untuk menggerakkan sektor riil.

Kembali untuk contoh kasus harga daging di atas misalnya, Riba-free Ecosystem yang kita bangun bisa seperti ilustasi berikut :



Ada system pakan ternak yang sudah banyak diteliti yang disebut Fodder System. Yaitu biji-bijian tidak diproses melalui pabrik untuk menjadi pakan ternak, tetapi ditumbuhkan hanya dengan bermodalkan air. Setiap kilogram biji-bijian, menjadi fodder sekitar 6 kali berat biji-bijian tersebut setelah ditumbuhkan dalam periode 7-10 hari.

System ini membuat bahan baku pakan ternak menjadi tinggal 1/6-nya, berarti jauh menjadi lebih murah. Tidak perlu diproses di pabrik-pula, maka satu unsur riba tersebut di atas sudah kita hilangkan. Bukan hanya menghilangkan riba, peran memproduksi pakan ternak juga pindah dari pabrikan besar ke para peternak langsung – artinya industri peternakan menjadi lebih menyebar, tidak terkonsentrasi pada pemilik modal besar.

Karena kebutuhan biji-bijian menjadi menyebar langsung ke peternak, harga jagung, sorghum dlsb juga bisa menjadi lebih stabil. Akan menarik bagi petani untuk mulai menanam biji-bijian karena mereka akan memiliki pasar yang luas, bukan pasar yang dikendalikan segelintir pemain.

Ketika petani tidak memiliki modal untuk menanam, para peternak atau pedagang biji-bijian dapat memesan biji-bijian ke petani langsung atau via koperasi/kelompok tani dengan akad salam. Petani mendapatkan modal untuk menanam, peternak mendapatkan jaminan ketersediaan bahan pakan dan tanpa riba – satu lagi unsur riba kita hilangkan dalam supply daging.

Katika beternak menjadi menarik, pakannya mudah dan murah – tidak tergantung pabrik pakan ternak, tidak tergantung padang rumput – yang memang sudah tidak lagi tersedia cukup di negeri ini, maka akan lahir peluang baru bagi yang mau mengkhususkan pembibitan ternaknya, baik unggas maupun binatang besar.

Para pembibit yang tidak punya modal juga bisa didanai dengan akad salam untuk mulai melakukan pembibitannya. Karena semua diproduksi local, tidak lagi perlu L/C untuk membiayai impor bibit ternak atau bahkan dagingnya – satu lagi unsur riba dihilangkan. Maka begitu seterusnya setiap unsur riba di mata rantai daging bisa kita hilangkan dengan akad salam atau akad lain yang sesuai dengan syariah.

Tentu ini tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi bila pekerjaan besar ini dlakukan dengan keroyokan – dalam satu ecosystem bebas riba yang saling menunjang satu sama lain, maka inilah yang insyaAllah nantinya bisa membebaskan kita dari ecosystem riba yang membelenggu kita seperti gelapnya malam selama ini.

Namun sebagus-bagus ide, juga tetap tidak akan berdampak kecuali dia dieksekusi di lapangan. Maka yang dijanjikan Allah memimpin dunia bukan yang punya ide, tetapi yang beriman dan beramal shaleh (QS 24:55) – dia yakin dengan petunjuk Allah dan mengeksekusinya di lapangan.

Inisiasi untuk eksekusi ini telah kita mulai, Sabtu dan Ahad kemarin di Startup Center Depok kami menjelaskan konsep ini ke seitar 250-an peserta Mastering Salam Sale Workshop. InsyaAllah Sabtu 11/3/17 depan akan diadakan juga di Jogja (CP: Masjid Jogokaryan, WA 0857 2575 2475 ; 0858 7860 3556) dan juga Surabaya Sabtu 25/3/17 (CP : Rizal 0821 3230 0579).

Bagi yang tertarik untuk ikut berperan dalam membangun Raba-free Ecosystem ini – namun karena satu dan lain hal belum bisa bergabung di workshop-workshop tersebut, insyaAllah kita jadwalkan lagi yang di Startup Center Depok khususnya. Atau bisa juga mendaftar langsung dalam system yang sudah kami siapkan di www.salamsale.com.

Sebagaimana sebuah ide atau pemikiran, ide bebas riba juga hanya memiliki peluang sukses 20% - sedangkan yang 80 %-nya adalah execution! InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERGERAKAN HARGA DINAR EMAS 24 JAM

Mengenal Dinar dan Dirham
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW,”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association(LBMA).
Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Copas dari Buku "Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham " oleh : Muhaimin Iqbal