Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO

Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO


Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, informasi pengguna m-dinar. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.

TIPS Menyimpan Emas & Perak

TIPS !!!
1. Simpan di tempat aman semisal brankas, box emas atau kaleng anti karat.
2. Hindari dari Api dan Air serta tempat yang kelembabannya tinggi.
3. Hindari perawatan berlebih seperti mencuci dengan memberi hansanitiser, cukup dengan menggunakan tisu dengan lembut.
4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
5. Jaga Sertifikat pada Dinar dan Dirham, jangan sampai rusak letakkan pada tempat penyimpanan yang rapi

Pencarian

Sabtu, 21 Desember 2013

Ketika Yang Haram Diwajibkan…
Mungkin karena kita terlalu terspesialisasi dalam hidup ini dan hidup terkotak-kotak dalam disiplinnya masing-masing, sehingga ketika ada sesuatu yang besar yang menuntut disiplin ilmu yang luas – kita menjadi tidak melihatnya. Seperti berada dalam hutan, kita hanya melihat pohon satu per satu tetapi tidak bisa melihat hutannya sendiri. Di negeri ini ada hal yang haram – yang sebentar lagi menjadi kewajiban seluruh warga negara untuk mengikuti yang haram tersebut – tetapi kita tidak tahu, kok bisa ?
Kewajiban untuk mengikuti yang haram itu tersusun dalam serangkain undang-undang dan perpres yang sangat rapi yang disiapkan dalam 10 tahun terakhir – yet umat Islam tidak menyadarinya – sehingga terjebak menjadi wajib mengikuti yang haram tersebut.
Saya masih berprasangka baik sehingga masih mungkin diluruskan meskipun waktu kita kurang dari dua bulan – bila ada kemauan yang besar, insyaAllah bisa.

Prasangka baik itu adalah ketika awalnya pemerintah ingin memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduknya. Maka lahirlah undang-undang no 40 tahun 2004 tentang SJSN, yang kemudian diikuti UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Diantara pasalnya di UU no 36 tersebut berbunyi : “ Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan sosial. ” (Pasal 13 , ayat 1). Kemudian “Program jaminan kesehatan sosial sebagimana dimaksud ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” (Pasal 13 , ayat 1).
Rankaian undang-undang tersebut kemudian disusuli dengan Peraturan Presiden yang baru keluar tahun ini yaitu Peraturan Presiden no 12/2013, yang antara lain berbunyi : “ Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk” (pasal 6, ayat 1).
Pentahapan tersebut dimulai dari tanggal 1 januari 2014 dan batas akhirnya ketika seluruh penduduk sudah harus menjadi peserta Jaminan Kesehatan ini adalah tanggal 1 januari 2019. (Pasal 6, ayat 2).
Sampai disini saya masih melihat ini adalah niat baik pemerintah untuk mengelola kesehatan dari rakyatnya.
Masalahnya kemudian timbul ketika turun pada siapa yang akan mengelola dana kesehatan tersebut dan bagaimana dikelolanya. PT. Askes yang dipercaya untuk mengelola jaminan kesehatan ini untuk dua tahun pertama misalnya, saya tidak melihat mereka memiliki kemauan maupun kemampuan untuk mengelola dana umat ini secara syariah.
Sampai laporan keuangan mereka terakhir yaitu tahun 2012, sekitar 40 % aset lancar mereka dikelola secara ribawi di bank-bank konvensional dalam berbagi bentuknya. Dalam jumlah yang kurang lebih sama, dikelola dalam reksadana. Jadi lebih dari 80% aset lancar mereka adalah aset ribawi, bisakah mereka mengelola dana umat secara syar’i ?
Seluruh bank-bank yang menjadi rekanan , maupun seluruh pengelola reksadananya yang mereka pakai – semuanya konvensional yang mengandung maisir, gharar dan riba (magrib). Jadi nampaknya Askes masih sepenuhnya mengelola dana masyarakatnya secara konvendional dan belum nampak untuk membangun kemauan dan hubungan dengan industri keuangan syariah – yang sebenarnya sudah mulai marak di negeri ini.
Lho riba tho asuransi konvensional ini ? inilah yang umat mayoritas ini tidak menyadari keharaman riba yang dilakukan oleh asuransi, koperasi, reksadana dslb. Padahal fatwa MUI no 1 tahun 2004 jelas-jelas menyatakaan keribaan seluruh bunga yang diperoleh oleh lembaga-lembaga keuangan non bank ini, sama dengan keribaan bunga bank.
1.Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
2. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.” (Fatwa MUI no 1 Tahun 2004 Tentang Bunga)”.
Sekarang kita bisa melihat bahwa niat baik untuk memberikan Jaminan Kesehatan itu ternodai oleh pelaksanaannya yang masih akan full Riba.
Ketika dunia perbankan masih didominasi Riba (pasar ribawinya masih lebih dari 95 %), umat yang berusaha taat di negeri ini masih bisa menghindarinya dengan tidak menggunakan produk-produk ribawi perbankan.
Menjadi lain ceritanya ketika umat di negeri ini wajib mengikuti asuransi dan asuransinya dikelola ribawi, apa jadinya kita ? Riba saja sudah merupakan pernyataan perang terhadap Allah dan RasulNya (QS 2:279), apalagi bila yang riba itu menjadi yang diwajibkan. Beranikah kita ?
Sebelum umat terjebak dalam situasi yang sangat sulit ini, maka harus ada upaya meluruskannya dari pihak-pihak yang berkompeten.
Yang paling mudah dan sederhana sebenarnya adalah mengkonversi seluruh pengelolaan risiko kesehatan dan pengelolaan dananya oleh PT. Askes atau siapapun nantinya yang ditunjuk – untuk full comply dengan aturan syariah.
Ini sebenarnya permintaan yang wajar saja dari umat, karena mayoritas rakyat di negeri ini adalah umat Islam – maka apapun yang diberikan ke umat harus yang syar’i. Ketika Bulog misalnya mengimpor daging untuk rakyat, dia harus mengimpor daging yang halal karena untuk konsumsi mayoritas rakyat yang muslim ini.
Maka demikian jugalah lembaga yang akan mengurusi jaminan kesehatan mayoritas umat muslim ini, mereka harus make sure produknya halal. Teman-teman MUI yang sudah merumuskan haramnya bunga bank dan non bank- harus dilibatkan dalam mengawal kehalalan pengelolaan Jaminan Kesehatan ini, sebagaimana MUI pula yang mengawal kehalalan produk-produk makanan.
Cara yang kedua sedikit lebih berat, yaitu teman-teman asuransi syariah – melalui asosiasinya - harus berjuang keras ke otoritas negeri ini, agar mereka boleh atau dilibatkan dalam pengelolaan Jaminan Kesehatan yang wajib ini. Agar masyarakat nantinya punya pilihan, ok kalau memang diwajibkan – mbok ya jangan umat ini diwajibkan mengikuti yang ribawi, umat harus dibolehkan memilih yang syar’i.
Cara yang ketiga seperti dalam tulisan saya kemarin, umat ini punya pilihan sendiri tentang cara-cara mengelola Jaminan Kesehatan yang paling sesuai dan jelas ada rujukan dan contoh keberhasilannya di masa lampau. Mengelola dana kesehatan dengan dana baitul mal dan wakaf, atau kalau baitul mal-nya belum ada di negeri ini – maka bisa dengan solusi Ta'awun dan Wakaf (TAWAF) – yang design produk sampai saluran distribusinya sudah siap tinggal pakai.
Umat ini punya pilihan , punya waktu dan juga resources yang cukup untuk mencari solusi yang syar’i – mengapa harus diwajibkan mengikuti yang haram ?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERGERAKAN HARGA DINAR EMAS 24 JAM

Mengenal Dinar dan Dirham
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW,”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association(LBMA).
Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Copas dari Buku "Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham " oleh : Muhaimin Iqbal