Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO

Selamat Datang di GERAI DINAR SIDOARJO


Kami melayani pembelian dan penjualan koin emas dinar dan koin perak dirham untuk wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Kami pun menyediakan berbagai artikel yang berkaitan dengan perkembangan dinar dan dirham, informasi pengguna m-dinar. Kami tidak melakukan jual beli dinar berupa mata uang kertas.

TIPS Menyimpan Emas & Perak

TIPS !!!
1. Simpan di tempat aman semisal brankas, box emas atau kaleng anti karat.
2. Hindari dari Api dan Air serta tempat yang kelembabannya tinggi.
3. Hindari perawatan berlebih seperti mencuci dengan memberi hansanitiser, cukup dengan menggunakan tisu dengan lembut.
4. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
5. Jaga Sertifikat pada Dinar dan Dirham, jangan sampai rusak letakkan pada tempat penyimpanan yang rapi

Pencarian

Rabu, 13 April 2011

Al Tijaarah Institute : Membangun Budaya Perdagangan Yang Adil...





Oleh Muhaimin Iqbal   
Rabu, 13 April 2011 06:02
Sepuluh tahun lalu (2001) tiga ekonom kondang  dunia secara bersama-sama memperoleh hadiah Nobel dibidang ekonomi. Mereka adalah George Akerlof, Michael Spence, dan Joseph E. Stiglitz. Hadiah Nobel ini diberikan atas kerja mereka pada subjek “analyses of markets with asymmetric information”. Dari karya ketiga ekonom tersebut dunia seolah baru (kembali) ‘ngeh’ tentang adanya fenomena asimetri informasi dalam dunia perdagangan dan dampak-dampak buruknya.

Asimetri Informasi atau information asymmetry adalah kondisi dimana salah satu pihak memiliki pengetahuan lebih tentang suatu hal ketimbang pihak yang lain. Perbedaan pengetahuan ini bila disalah gunakan akan menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang kurang informasi.


Dengan bahasa yang berbeda, sesungguhnya asimetri informasi dalam perdagangan ini telah diketahui dampak buruknya dan dibuat aturan syariat bagaimana menghindarinya – agar tidak ada pihak yang dirugikan – sejak lebih dari 1400 tahun lalu. Jadi sesungguhnya tidak ada hal yang luar biasa dari karya para ekonom pemegang hadiah nobel tersebut, karena umat Islam sudah jauh-jauh hari memahami permasalahan ini dan mampu mengatasinya – bila kita mau berpegang sungguh-sungguh pada tuntunan uswatun hasanah kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

Dalam, kehidupan sehari-hari kita contohnya, mengapa sangat sulit bagi kita untuk membeli mobil bekas dengan kwalitas yang bagus ?. Ya karena rata-rata penjual mobil bekas tahu betul kelemahan mobilnya, pernah nabrak tidaknya, gangguan mesinnya, suara-suara ‘gaib’ yang timbul entah dari mana, bagian mana yang cat asli dan bagian mana yang telah didempul dlsb.-dlsb. Sedangkan pembeli sangat jarang yang bisa mendeteksi kelemahan-kelemahan tersebut – bila tidak diberitahu oleh si penjual, wal hasil pembeli baru mengetahuinya setelah mobil dibeli dan dipakai – bermunculan-lah segala macam persoalan tersebut diatas.

Di jaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam belum ada mobil, tetapi syariat jual-belinya sangat pas untuk transaksi jual beli mobil bekas seperti dalam kasus diatas sekalipun. Bayangkan bagi si penjual yang shaleh dan mau belajar tentang syariat jual beli, dia akan langsung tunduk pada hadits berikut :

Seorang muslim itu saudara, maka tidak dihalalkan menjual kepada saudara sesama muslim barang cacat, kecuali ia telah menjelaskan cacat tersebut”. (HR. Ahmad, Ibnu majjah, Daruquthni, Hakim dan Thabrani”).

Membeli mobil bekas dari seorang muslim yang shaleh menjadi sangat mudah dan bisa menimbulkan peluang tersendiri – bisa menjadi intan berlian-nya dunia perdagangan mobil bekas.

Contoh lain adalah asimetri informasi yang merugikan penjual. Ketika bulan lalu harga cabe selangit mencapai Rp 150,000 per kg, apakah ini ulah petani yang menaikkan harga tiba-tiba ?. Tidak, rata-rata petani tidak tahu menahu tentang lonjakan harga tersebut dan mereka juga bukanlah pihak yang paling diuntungkan dalam kenaikan harga cabe yang sempat selangit tersebut.

Harga cabe bisa melonjak-lonjak karena ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan berlebih dan bermain dengan asimetri informasi. Sebaliknya pihak petani tidak bisa memperoleh harga yang optimal karena informasi tersebut tidak dimilikinya.

Solusi bagi para petani yang menjual hasil panenannya ke kota ini, sekali lagi adanya juga di  syariah. Ada sekian banyak hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang isinya senada dengan hadits berikut :

Dari 'Abdullah Radliallahu 'Anhu berkata: "Kami dahulu biasa menyongsong kafilah dagang lalu kami membeli makanan. Maka kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang kami membelinya hingga makanan tersebut sampai di pasar makanan". Berkata, Abu 'Abdullah Al Bukhariy: "Ini larangan untuk transaksi diluar pasar sebagaimana dijelaskan oleh hadits 'Ubaidullah". (Shahih Bukhari, hadits 2021).

Mengapa pedagang tidak boleh dicegat dijalan sebelum sampai ke pasar ?, mengapa transaksi diluar pasar juga dilarang ?, inilah salah satu contoh yang disebut para ekonom tersebut diatas sebagai asimetri informasi itu. Pedagang yang dicegat barang dagangannya sebelum tiba di pasar tidak sempat mengetahui harga yang sesungguhnya dari barang dagangan mereka, mereka dirugikan karena asimetri informasi ini.

Bahkan ada tradisi yang sangat indah dalam perdagangan Islam yang hingga kini kita masih bisa lihat bekas-bekas sejarahnya. Di Damascus ada rumah-rumah yang dahulu sangat indah (karena sampai sekarang-pun masih nampak keindahannya) yang digunakan untuk menjamu ‘tamunya’ kaum muslimin di kota itu. Siapa tamu-tamu yang dimuliakan ini ?, mereka adalah para kafilah dagang yang datang dari kota lain.

Mereka dijamu sampai tiga hari sebelum mereka mulai berdagang, mengapa demikian ?. Agar para kafilah dagang ini bisa observasi pasar, berapa harga yang pantas untuk barang-barang dagangan yang mereka bawa dari kota asal. Dan berapa pula harga barang-barang dagangan yang pantas yang hendak mereka beli untuk dibawa balik ke kotanya.

Kita bisa melihat sekarang, syariat berdagang ini begitu indah bila bisa diterapkan di masyarakat kini. Masalahnya adalah dimana kita bisa belajar tentang syariat berdagang ini ?, dimana kita bisa belajar menerapkannya di dunia nyata ?, dimana kita bisa belajar untuk menjadi pedagang unggul nan syar’i ala Abdur Rahman Bin Auf ?. Nampaknya tempat belajar berdagang yang membumi seperti ini yang saat ini kita butuhkan.

Untuk memenuhi kebutuhan semacam ini, insyaallah bersamaan dengan mulai beroperasinya Bazaar Madinah awal bulan depan, kita juga akan meng-operasikan apa yang kita sebut Al Tijaarah Institute - tempat belajar dan sekaligus praktek jual-beli yang syar’i. Awalnya tentu belum akan sempurna, tetapi melalui sinergi antara Bazaar Madinah dengan Al Tijaarah Institute kita ingin membangun budaya perdagangan yang adil – tahap demi tahap.
 Al Tijaarah
Kita butuh banyak sekali support dari para pakar dan praktisi untuk ini, agar terbentuk team yang kuat dalam mendakwahkan syariat jual beli, mengasah ketrampilan berdagang para (calon) pedagang dlsb.,  sampai intan berlian-nya dunia perdagangan ini bisa benar-benar kita saksikan keindahaannya dan orang lain – pun melihat keindahan yang sama.

Ini juga dalam rangka mengikuti seruan Umar Bin Khattab “Tidak boleh seorang-pun yang berdagang di pasar ini, kecuali mereka yang memahami syariat jual beli. Seandainya ia tidak mengetahuinya, maka dia akan memakan riba sadar atau tidak”.

Semoga Allah memudahkan jalanNya bagi kita untuk dapat beramal yang diridloiNya...Amin.

1 komentar:

  1. yang mengetahui hakikat kehidupan hanyalah Sang Pemilik Kehidupan, dan sungguh semua telah lengkap, tinggal kemauan untuk mempelajarinya, trims...

    BalasHapus

PERGERAKAN HARGA DINAR EMAS 24 JAM

Mengenal Dinar dan Dirham
Standarisasi berat uang Dinar dan Dirham mengikuti Hadits Rasulullah SAW,”Timbangan adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab sekitar tahun 642 Masehi bersamaan dengan pencetakan uang Dirham pertama di Kekhalifahan, standar hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham.
Berat 1 Dinar ini sama dengan 1 mitsqal atau kurang lebih setara dengan berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya . Dari Dinar-Dinar yang tersimpan di musium setelah ditimbang dengan timbangan yang akurat maka di ketahui bahwa timbangan berat uang 1 Dinar Islam yang diterbitkan pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan adalah 4.25 gram, berat ini sama dengan berat mata uang Byzantium yang disebut Solidos dan mata uang Yunani yang disebut Drachma.
Atas dasar rumusan hubungan berat antara Dinar dan Dirham dan hasil penimbangan Dinar di musium ini, maka dapat pula dihitung berat 1 Dirham adalah 7/10 x 4.25 gram atau sama dengan 2.975 gram .
Standar kadar dan berat inipun tidak hanya di sertifikasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), tetapi juga oleh lembaga sertifikasi logam mulia internasional yang sangat diakui yaitu London Bullion Market Association(LBMA).
Seperti di awal Islam yang menekankan Dinar dan Dirham pada berat dan kadarnya - bukan pada tulisan atau jumlah/ukuran/bentuk keping - maka berat dan kadar emas untuk Dinar serta berat dan kadar perak untuk Dirham produksi Logam Mulia di Indonesia saat ini memenuhi syarat untuk kita sebut sebagai Dinar dan Dirham Islam zaman sekarang.
Seluruh Dinar dan Dirham yang diperkenalkan & dipasarkan oleh Gerai Dinar adalah produksi langsung dari Logam Mulia - PT. Aneka Tambang, Tbk..
Copas dari Buku "Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham " oleh : Muhaimin Iqbal