Ketika Lampu Tidak Menyala Di Rumah Nabi
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Para pemimpin dari 195 negara saat ini lagi berkumpul di Paris untuk membicarakan perubahan iklim, diluar arena para demonstran meneriakkan suaranya untuk mengurangi energi fosil dan menggantinya dengan energi terbarukan. Meskipun sudah 21 kali pertemuan belum menunjukkan hasil yang nyata di lapangan, memenuhi harapan para demonstran begitu saja juga tidak menjamin solusi. Lantas apa solusinya ? ada petunjuk yang jelas tentang ini – tetapi kebanyakan manusia mengabaikannya.
Ketika pasca topan Katrina tahun 2005 Amerika memproses jagungnya menjadi bahan bakar terbarukan bioethanol, negeri tetangganya Meksiko yang sudah terlanjur tergantung impor jagung dari Amerika mengalami krisis pangan – sampai menimbulkan apa yang disebut huru-hara Tortilla.
Energi terbarukan di Al-Qur’an setidaknya dibahas di tiga tempat, yaitu surat Yaasiin 80, Surat Al-Waqi’ah 71-72 dan surat An-Nuur 35. Di surat Yaasiin dan Al-Waaqi’ah indikasinya sumber energi itu dari pohon, sedangkan di surat An-Nuur indikasinya dari buah.
Maka dari sinilah mestinya fokus pencarian energi terbarukan itu dikejar. Utamakan atau lebih banyak mengejar sumber energi terbarukan dari pohon, karena itulah yang terjadi sejak dahulu, kini dan nanti.
Dahulu orang membakar api langsung dari kayu – yang masih hijau sekalipun (Surat Yaasiin 80). Ulama-ulama dahulu menterjemahkan api dari kayu yang hijau itu – apa adanya, karena memang ada kayu tertentu yang masih hijau-pun bisa dibakar – yaitu kayu Al-Markh dan Al-‘Afar yang tumbuh di Hijaz.
Energi yang paling populer seabad terakhir adalah berupa hydrocarbon, asalnya juga dari pohon tetapi yang telah menjadi fosil dalam proses yang berlangsung jutaan tahun. Tafsir surat Yaasiin tersebut masih valid untuk energi era fosil tersebut.
Yang dimaksud energi terbarukan oleh para demonstran di Paris tersebut di atas antara lain adalah energi biomassa, biodiesel, bioethanol dan sejenisnya. Semuanya juga bisa dihasilkan oleh pohon kayu yang hijau atau dari buahnya. Lagi-lagi tafsir Al-Qur’an surat Yaasiin 80 tersebut tetap valid untuk era renewable energy.
Kalu kita dalami sedikit mengapa petunjuk Al-Qur’an tersebut bisa valid sepanjang masa, sementara ilmu pengetahuan dan peradaban manusia silih berganti ? Ini adalah bukti bahwa Al-Qur’an datangnya dari Yang Maha Tahu, dia membahas sesuatu yang hak sepanjang jaman.
Perhatikan misalnya bukti ilmiahnya yang terkait dengan energi tersebut. Ketika orang Arab Badui menggesekkan kayu Markh dan kayu ‘Afar untuk menghasilkan api – demikian para mufassirin menjelaskan tafsir surat Yaasiin tersebut – bahan yang digesek tersebut intinya adalah biomassa, mayoritasnya berupa cellulose dengan rumus kimia C6H10O5 (n).
Seabad terakhir bahan bakar kita adalah hydrocarbon dari fosil seperti bensin, diesel dan sejenisnya, rumus kimianya secara umum adalah CnH2n+2. Ketika manusia membuat energi terbarukan berupa bioethanol ataupun biodiesel dari tanaman, formulasi kimianya tetap mirip yaitu antara lain C2H6O untuk bioethanol dan C19H36O2 untuk biodiesel.
Lihat persamaan antara formula-formula tersebut diatas, bentuk bisa berubah – tetapi unsur dasar dari bahan bakar, kayu, fosil maupun biofuel tetap sama yaitu untur-unsur Carbon (C) dan Hydrogen (H). Yang berbeda hanya unsur Oksigen (O) yang tidak terdapat pada bahan bakar fosil – karena proses kayu menjadi fosil yang berjalan jutaan tahun adalah secara anaerob dibawah tanah.
Maka dengan formula dasar CHO inilah kita bisa mengkutak –katik segala sumber energi terbarukan dari pohon atau tanaman. Termasuk dari buah – buahan yang mengandung karbohidrat atau pati yang unsur kimia dasarnya sama juga dengan Cellulose tersebut diatas C6H10O5, hanya bentuk molekulnya saja yang berbeda.
Karena energi atau bahan bakar bisa juga dibuat dari bahanMAKANAN yang mengandung karbohidrat , pati atau minyak tersebut, maka sangat mungkin terjadi konfik antara kebutuhan pangan dan kebutuhan energi. Mana yang didahulukan bila ini terjadi ?
Untuk inilah kita perlu contoh soal bagaimana mengatasinya bila konflik demikian muncul. Dan contoh soal ini sudah sempurna turun ke kita melalui uswatun hasanah kita, termasuk contoh soal yang long anticipated – konflik pangan dan energi ini. Hadis berikut menjadi panduannya.
Dari Aisyah dia berkata : “Sekali peristiwa keluarga Abu Bakar (ayahnya) mengirim (sop) kaki kambing kepada kami di malam hari, lalu aku tidak makan, dan beliau (Nabi) juga tidak makan karena kami tidak punya lampu. Jika kami ada minyak ketika itu, tentu kami utamakan untuk dimakan.” (HR. Ahmad).
Diriwayat lain dari Abu Hurairah : “ Ada kalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun rumah-rumah Rasulullah tidak ada satu haripun yang berlampu. Dan dapurnyapun tidak berasap. Jika ada minyak dipakainya untuk dijadikanMAKANAN.”
Maka dengan petunjuk Al-Qur’an yang sangat luas tersebut diatas, dilengkapi dengan contoh soal untuk mengatasi bila terjadi konflik kepentingan antara pangan dan energi – umat ini mestinya bisa secara leluasa meng-eksplorasi berbagai sumber energi terbarukan itu , tanpa harus kawatir akan mengorbankan kepentingan yang lebih besar yaitu masalah pangan.
Rumah nabi yang berbulan-bulan gelap-pun bisa menjadi penerang bagi umat akhir jaman ini yang sedang berjalan dalam kegelapan – mencari api untuk menerangi perjalanan hidupnya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar